REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Trowulan setidaknya telah melakukan ekskavasi enam situs di beberapa daerah. Salah satu di antaranya di Situs Kumitir, Dusun Bendo, Mojokerto, Jawa Timur (Jatim).
"Masih tahap pertama (proses ekskavasi di Situs Kumitir), perlu tahapan lanjutan," kata Ketua Tim Ekskavasi Situs Kumitir, Wicaksono Dwi Nugroho saat dihubungi Republika, Selasa (12/11).
Meski masih dalam tahap ekskavasi, Wicak memprediksi, keberadaan Situs Kumitir telah terjadi sejak masa Kerajaan Singhasari dan Majapahit. Perkiraan ini berdasarkan temuan struktur bata yang merupakan talud atau dinding penahan tanah. Bagian ini sementara memiliki bentangan panjang dari utara ke selatan sekitar 200 meter.
Tim BPCB Trowulan memperkirakan bentangan dinding di Situs Kumitir berpotensi mencapai 400 meter. "Bila diasumsikan bentuk talud adalah persegi, maka dimungkinkan keluasan Situs Kumitir diperkirakan berukuran 400 meter x 400 meter," ujar Wicak.
Selain itu, Wicak juga menemukan hal lain di dalam bentangan talud atau sisi barat. Temuan tersebut berupa bebatuan persegi penyusun candi. Pihaknya juga menemukan antefik berbahan batu andesit.
Tafsir keberadaan Situs Kumitir dapat dilihat Kitab Nagarakrtagama, Pararaton dan Kidung Wargasari. Kitab-kitab tersebut menyebutkan adanya tempat pendharmaan dari Mahisa Cempaka atau Narasinghamurti di Kumitir atau Kumeper.
Mahisa Cempaka merupakan anak dari Mahisa Wong Teleng. Wong Teleng sendiri adalah putra Ken Arok dan Ken Dedes dari Kerajaan Singhasari. "Mahisa cempaka juga merupakan kakek dari Raden Wijaya dan/atau kakek Canggah dari Hayam Wuruk," jelasnya.