REPUBLIKA.CO.ID, HANNOVER -- Pada 10 November 2009, skuat Jerman sedang berada di restoran hotel untuk mempersiapkan laga persahabatan melawan Chile. Namun, tiba-tiba asisten pelatih Oliver Bierhoff berdiri di hadapan para pemain dan memberikan kabar kalau salah satu kiper tim itu, Robert Enke, meninggal dunia.
Sosok yang digadang-gadang bisa menjadi kiper nomor satu Jerman pada Piala Dunia 2010 itu ditabrak kereta di penyeberangan dekat rumahnya. Sontak, kabar tersebut membuat para pemain kaget.
''Tidak ada orang yang bicara selama 25 menit. Tidak ada yang dapat mempercayainya, tidak ada yang bisa bicara, tak ada yang bisa melakukan apapun,'' ujar mantan bek Arsenal Per Mertesacker dikutip dari BBC, Rabu (13/11).
Bagi Mertesacker, yang hadir dalam pemakaman rekannya tersebut, Enke merupakan sosok pemain yang sangat profesional. Bahkan ia menyebut kalau Enke tak pernah mengeluh atau pun mengatakan sedang ada masalah. Meskipun, belakangan diketahui dari istri Enke, kalau Enke mengalami depresi dan mengutarakan niatnya untuk bunuh diri.
Keluarga menyadari selama kariernya Enke memang dipengaruhi oleh depresi. Tiga tahun sebelum kepergian mantan pemain Borussia Monchengladbach tersebut, anaknya yang berusia dua tahun, Lara, meninggal karena mengidap kelainan jantung sejak lahir. Meski, Enke pertama kali didiagnosa depresi pada 2002, setelah gagal bersinar di Barcelona dan dipinjamkan ke klub Turki serta klub kasta kedua Spanyol.
Sampai akhirnya Enke pulang kampung ke Jerman setelah bergabung dengan Hannover 96. Dari sanalah kariernya kembali bersinar, bahkan sampai dilaporkan Bayern Muenchen tertarik merekrutnya. Tapi pada 2008 dan kemudian 2009, ia kembali depresi. Enke menjalani terapi. Tapi ia tidak ingin terapi tersebut diketahui orang karena khawatir hal itu bisa membuat kariernya berakhir.
Pada November 2009, Enke memiliki kesempatan membuka peluangnya di level internasional, dan banyak klub besar Eropa tertarik. Namun justru ia mengakhiri hidupnya di usia 32 tahun. Pertandingan terakhir Enke terjadi saat Hannover ditahan imbang 2-2 oleh Hamburg pada 8 November atau dua hari sebelum ia meninggal. ''Dia punya tiga depresi dalam hidupnya dan sayangnya yang terakhir membuatnya terbunuh,'' ungkap sang istri, Teressa.
Sepuluh tahun sudah Enke pergi, kiper-kiper yang pernah dekat dengannya berkumpul bersama di hall theater di Hannover untuk melakukan penghormatan terhadap Enke, yang juga dihadiri Teressa. ''Itu penghormatan yang luar biasa dan sangat emosional. Tapi bagi saya, itu juga sangat sulit,'' ungkap Teressa.
Kiper lain yang baru-baru ini meninggalkan adalah Krešimir Bandic, yang membela klub Liga Premier Bosnia-Herzegovina. NK Široki Brijeg. Kiper berusia 23 tahun itu meninggal Januari 2019 secara mendadak. Namun, penyebab meninggalkan Kresimir tersebut dirahasikan oleh klub.
Pada Juli 2018, kiper muda River Plate, Facundo Espindola, tewas ditusuk. Penusukan itu terjadi dalam perkelahian di jalanan, dan salah satu pelaku juga merupakan pesepak bola, Nahuel Oviedo yang bermain untuk San Telmo. Setelah dipukul, salah satu pelaku mengambil pisau dan kemudian menusuk tenggorokan kiper berusisa 25 tahun tersebut.
Indonesia juga pernah kehilangan kiper yang masih menjalan kariernya sebagai pesepak bola. Ia adalah Choirul Huda, yang meninggal pada 15 Oktober 2017. Huda memulai kariernya di Persela Lamongan sejak 1999 dan tinggal bersama klub sampai akhir hayatnya. Ia dijuluki 'The One Man, One Club, One Love', dan menjadi legenda untuk Persela.
Huda meninggal setelah insiden dalam pertandingan melawan Semen Padang di Liga 1. Dia bertabrakan dengan rekan setimnya, Ramon Rodrigues, ketika mencoba menangkap bola dari lawan dan terbentur di bagian dada. Paramedis segera memberinya perawatan darurat.
Setelah kejadian itu, Huda masih sadar dan mengeluh sakit dada, tetapi kondisinya segera memburuk dan dia kemudian meninggal di rumah sakit setempat. Tabrakan di dada dan rahang bawah menyebabkan hipoksia yang akhirnya menyebabkan kematian. Selain itu, karena cedera parah, ia juga mengalami trauma di kepala, leher, dan dadanya.