REPUBLIKA.CO.ID, KUWAIT -- Emir Kuwait menerima pengunduran diri pemerintah pada Jumat (15/11), dua hari setelah parlemen mengajukan mosi tak percaya terhadap Menteri Dalam Negeri Syeikh Khalid al-Jarrah al Sabah, anggota senior keluarga Al-Sabah.
Anggota parlemen telah mempertanyakan Sheikh Khalid atas tuduhan penyalahgunaan kekuasaan. Namun, dia telah menyangkal tudingan itu.
Pada Jumat pekan lalu, menteri pekerjaan umum Kuwait pun telah mengundurkan diri. Dia dicecar parlemen tentang kerusakan akibat banjir yang melanda negara tersebut setelah hujan lebat mengguyur.
Kabinet di negara Arab Teluk itu memang kerap mengundurkan diri. Biasanya, ketika anggota parlemen terpilih mempertanyakan atau mengajukan mosi tidak percaya terhadap pejabat tinggi pemerintah.
Dalam unggahan mereka di Twitter, kantor komunikasi pemerintah Kuwait mengatakan kabinet yang mengundurkan diri menjabat sampai akhirnya pemerintah baru ditunjuk.
Kuwait sebagai salah satu sekutu Amerika Serikat (AS) di OPCE dikenal memiliki sistem politik paling terbuka di antara negara anggota Dewan Kerja Sama Teluk. Parlemen memiliki kekuaaan untuk meloloskan legislasi dan menanyai para menteri.
Perdana menteri yang memimpin pemerintahan ditunjuk Emir yang mempunyai wewenang membuat keputusan akhir dalam urusan negara. Jabatan-jabatan tinggi dalam pemerintahan biasanya dikuasai keluarga penguasa.
Friksi antara kabinet dan parlemen kerap berakhir dengan reshuffle atau dibubarkannya parlemen. Kepada kantor berita KUNA, juru bicara parlemen Marzouq al-Ghanem mengatakan emir tidak berniat membubarkan parlemen.