REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Kepala pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Lebak Kaprawi menyatakan krisis air bersih masih di 22 kecamatan di daerah ini akibat kemarau panjang yang menyebabkan terjadi kekeringan. Hingga hari ini, BPBD masih mendistribusikan air bersih ke daerah yang dilanda krisis.
BPBD Lebak mendistribusikan pasokan air bersih dilakukan secara bergantian karena angkutan tangki relatif terbatas hingga tiga unit kendaraan dengan kapasitas sebanyak 18.000 liter. Pendistribusian bantuan air bersih tersebut setelah masyarakat mengajukan permohonan yang ditujukan kepada Bupati Lebak Iti Octavia dan diketahui camat dan desa/kelurahan.
"Sebab pengajuan permohonan air bersih itu menggunakan dana APBD sehingga perlu dipertanggungjawabkan," ujar Kaprawi.
Karena itu, pihaknya meminta warga yang dilanda krisis air bersih itu mengajukan permohonan dan diketahui camat dan desa/kelurahan. "Kami tidak melayani pendistribusian air bersih jika masyarakat tidak mengajukan," katanya menjelaskan.
Ia mengatakan, ke-22 kecamatan yang dilanda krisis air bersih tersebar di Kecamatan Malingping, Sajira, Cipanas, Bojongmanik, Leuwidamar, Cirinten, Warunggunung, Gunungkencana, Cihara, Wanasalam dan Panggarangan.
Begitu juga Kecamatan Bayah, Cigemblong, Cijaku, Cilograng, Cimarga, Muncang, Bayah, Cilograng, Cikulur, Cileles dan Cibadak. Masyarakat yang dilanda krisis air bersih itu untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci dan kakus (MCK) terpaksa mendatangi aliran sungai, kolam dan sumber mata air. Selama ini, persediaan air bawah tanah melalui sumur timba dan jetpump listrik terjadi kekeringan akibat kemarau panjang itu.
"Semua warga yang dilanda krisis air bersih itu belum terlayani PDAM setempat," katanya.
Menurut dia, sejak beberapa hari terakhir ini kerapkali dilanda hujan lebat disertai angin kencang, namun belum memenuhi ketersediaan air bersih bawah tanah. Apalagi, curah hujan itu dengan kapasitas ringan dan sedang.
Selain itu juga krisis air bersih itu dipicu dampak kerusakan hutan juga alih fungsi perkebunan dari pohon karet ke kelapa sawit. Resapan air bawah tanah cukup tinggi jika terdapat perkebunan kelapa sawit dan bisa dibuktikan debit aliran sungai menurun drastis, tambahnya.
"Kami berharap masyarakat dapat melestarikan kawasan hutan dan alam dengan melaksanakan gerakan tanam agar resapan air dalam tanah melimpah, sehingga tidak akan terjadi krisis air bersih," katanya.