REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ketua House of Representative Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi mengundang Presiden Donald Trump untuk bersaksi dalam penyelidikan pemakzulan. Undangan tersebut diucapkan menjelang saksi kunci akan tampil di hadapan publik.
Langkah itu mendorong balik tuduhan Trump yang menyebut proses pemakzulan itu untuk menggulingkannya. Pelosi mengatakan Trump diperbolehkan untuk tampil atau menjawab pertanyaan tertulis jika ia bersedia.
"Jika ia memiliki informasi yang membebaskanya dari tuduhan, itu artinya tanpa, mengambilalih, menyalahkan, menuduh, maka kami menantikan untuk melihatnya," kata Pelosi dalam acara Face the Nation yang disiarkan stasiun televisi CBS, Senin (18/11).
Pelosi mengatakan Trump dapat datang di hadapan komite dan berbicara. Pelosi menambahkan di sana Trump dapat berbicara semua kebenaran ia menginginkannya.
Ketua Senat dari Partai Demokrat Chuck Schumer menyatakan hal yang serupa. Schumer mengatakan bila Trump tidak setuju apa yang ia dengar ia harusnya tidak mencicit di media sosial Twitter.
"Ia harus datang ke hadapan komite dan bersaksi di bawah sumpah, dan ia harus harus membiarkan orang-orang di sekitarnya untuk datang ke hadapan komite dan bersaksi di bawah sumpah," kata Schumer.
Schumer mengatakan Gedung Putih berusaha keras untuk menghalangi para saksi untuk bekerja sama dalam menjawab pertanyaan. "Apa yang ia sembunyikan," kata Schumer.
Pernyataan itu datang ketika Komite Intelijen Intelijen bersiap untuk menggelar rapat dengar terbuka pekan kedua penyelidikan pemakzulan. Pekan ini mereka House akan mendengar kesaksian dari orang yang katanya saksi paling penting dalam penyelidikan ini yaitu Gordon Sondland.
Sondland adalah Duta Besar Amerika Serikat untuk Uni Eropa. Ia salah satu dari sedikitnya orang yang berbicara langsung dengan Trump tentang situasi ini. Itu karena Gedung Putih melarang orang-orang yang terlibat dengan skandal Ukraina untuk bersaksi.
Kesaksiannya memperlihatkan betapa dalamnya ia terlibat dari pusat penyelidikan yang mencari tahu apakah Trump menahan bantuan militer ke Ukraina. Hal itu sebagai upaya menekan negara Eropa Timur itu bersedia membantunya menyelidiki mantan Wakil Presiden Joe Biden dan putranya Hunter yang bekerja di perusahaan gas Ukraina.