Jumat 22 Nov 2019 01:30 WIB

Putrajaya akan Terapkan Kebijakan Rehabilitatif

Kebijakan rehabilitatif ini akan diperkenalkan pada 2020.

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agung Sasongko
Muslim Malaysia
Foto: telegraph.co.uk
Muslim Malaysia

REPUBLIKA.CO.ID,  SEBERANG PERAI -- Pemerintah kota pusat administratif Putrajaya di Malaysia berencana untuk mereformasi hukum Islam di negara itu pada 2020 mendatang. Menteri di Departemen Perdana Menteri,  Datuk Seri Mujahid Yusof Rawa, mengatakan hal itu didasarkan pada kebijakan Islam yang Welas Asih sebagai pedoman.

Ia mengatakan, hukum syariah perlu lebih fokus pada upaya merehabilitasi pelaku daripada menghukum mereka.

"Kami berharap untuk memperkenalkan ketentuan reformatif dalam hukum Islam di Wilayah Federal pada pertengahan 2020," katanya dalam konferensi pers setelah menghadiri peluncuran buku di Putrajaya pada Rabu (20/11), dilansir di Malaymail, Kamis (21/11).

Ia mengatakan, di bawah hukum Islam, hukuman untuk pelanggaran seperti mereka yang 'berlintas-busana (menggunakan pakaian lawan jenis)' termasuk hukuman cambuk, denda atau hukuman penjara. Undang-undang itu, menurutnya, telah digunakan untuk mengkriminalisasi dan menstigmatisasi orang dengan transgender. Mujahid menegaskan bahwa undang-undang semacam itu telah ada bahkan sebelum pemerintahan Pakatan Harapan (PH) saat ini mengambil alih.

"Kita harus menjalani semua hukum ini dan saya menunjuk komite baru syariah dan hukum perdata untuk memeriksa semua undang-undang ini," lanjutnya.

Ia menambahkan, bahwa komite itu memiliki tolak ukur untuk memastikan bahwa hukum Islam diubah dari bentuk hukuman menjadi yang sifatnya rehabilitatif.

"Kami ingin beralih ke hukum yang rehabilitatif, sehingga mereka yang melakukan kejahatan seperti itu diberikan rehabilitasi bukannya dihukum," katanya, merujuk pada kasus-kasus transgender yang dihukum cambuk.

Meski demikian, para pakar medis dan pakar gender telah mempertanyakan pihak berwenang yang mencoba merehabilitasi para transgender itu. Mereka bersikeras bahwa orang dengan kepribadian demikian membutuhkan perawatan medis untuk mengubah mereka kepada identitas gender mereka daripada rehabilitasi untuk mengembalikan mereka kepada apa yang oleh beberapa orang dianggap 'normal'.

Dalam hal ini, Mujahid mengatakan hukum Islam negara bagian tidak berada di bawah yurisdiksi kementeriannya, tetapi dia akan mengemukakan hal ini dengan Konferensi Para Penguasa.

"Saya telah berbicara kepada Konferensi Para Penguasa tentang pergantian hukuman ke rehabilitasi dalam hukum Islam sehingga mereka akan memutuskannya," katanya.

Dia menambahkan, bahwa masing-masing negara bagian harus mematuhi setiap keputusan yang dibuat oleh Konferensi Penguasa. Sementara itu, ia mengatakan bahwa kementeriannya telah berhasil memperkenalkan Islam Welas Asih dan ini dibuktikan dengan dia diundang untuk wawancara di BBC Hardtalk.

"Hardtalk mengundang saya untuk berbicara adalah pengakuan sendiri dan saya diundang sebagai pembicara utama dalam KTT Tujuan Pembangunan Berkelanjutan PBB baru-baru ini, ini membuktikan bahwa kami telah berhasil memperkenalkan Islam Pengasih," tambahnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement