Kamis 21 Nov 2019 19:30 WIB

Turki Terus Dorong Pengusiran YPG

Turki berdiskusi dengan Rusia untuk mengatasi kehadiran milisi YPG Kurdi

Rep: Dwina Agustin/ Red: Christiyaningsih
Warga melihat reruntuhan sebuah van yang hancur di dekat desa Barisha, Idlib, Suriah setelah operasi militer AS yang menargetkan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi, Ahad (27/10).
Foto: AP/Ghaith Alsayed
Warga melihat reruntuhan sebuah van yang hancur di dekat desa Barisha, Idlib, Suriah setelah operasi militer AS yang menargetkan pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi, Ahad (27/10).

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Turki berdiskusi dengan Rusia untuk mengatasi kehadiran milisi YPG Kurdi di daerah-daerah yang telah disepakati. Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar menyatakan pasukan YPG masih berada di Manbij dan Idlib.

"Temuan yang bertentangan sedang dibahas dengan Federasi Rusia," ujar Akar.

Baca Juga

Ankara menghentikan serangan terhadap YPG bulan lalu setelah melakukan perjanjian dengan Moskow. Perjanjian itu mengatur agar YPG meninggalkan wilayah timur Sungai Efrat, serta kota-kota Tel Rifat dan Manbij, sebelah barat sungai.

Turki mengeluh penarikan pasukan yang dilakukan YPG belum seluruhnya, sehingga mengancam akan melanjutkan serangan. Namun, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan pemindahan milisi YPG hampir selesai dan Ankara telah meyakinkan Moskow tidak berencana untuk memulai operasi militer baru, Rabu.

Akar mengatakan Rusia melaporkan pada 29 Oktober, 34 ribu orang dan lebih dari 3.200 senjata berat dikeluarkan dari wilayah sepanjang 30 kilometer di Suriah, perbatasan Turki. Akan tetapi, YPG masih ada di wilayah Manbij dan telah meminta Rusia untuk mengatasi masalah tersebut. Pembicaraan dengan Rusia tentang peningkatan patroli di Tel Rifat pun sedang berlangsung.

Turki dan Rusia telah mendukung pihak-pihak yang berseteru dalam perang saudara di Suriah yang sudah berlangsung selama delapan tahun. Kedua negara telah bekerja bersama di beberapa wilayah untuk menengahi kesepakatan antara pasukan Presiden Bashar al-Assad yang didukung oleh Moskow dan oposisi yang didukung oleh Turki.

Kedua negara sepakat pada 2018 untuk membangun zona de-eskalasi di wilayah Idlib di barat laut Suriah. Idlib adalah wilayah pemberontak besar terakhir yang tersisa dan merupakan rumah bagi sekitar tiga juta warga Suriah.

Meskipun ada kesepakatan, pertempuran terus berlanjut di Idlib. Sebuah serangan oleh pasukan pemerintah Suriah menewaskan sedikitnya 15 orang di sebuah kamp pengungsi, Rabu. Akar mengatakan gencatan senjata permanen dapat dibuat di Idlib ketika pasukan pemerintah mundur di belakang garis yang sebelumnya disepakati dengan Rusia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement