REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama Perum Bulog, Budi Waseso (Buwas) meminta pemerintah untuk menambah anggaran pengadaan cadangan beras pemerintah (CBP) menjadi Rp 20 triliun. Sebab, saat ini pemerintah hanya menganggarkan dana sekitar Rp 2,5 triliun per tahun untuk bisa mengadakan beras sebanyak 1,2 hingga 1,4 juta ton.
"Kami mengusulkan pemberian modal kerja untuk pengadaan CBP paling tidak Rp 20 triliun," kata Buwas di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (21/11).
Sesuai dengan skema pengadaan CBP yang diterapkan saat ini, pemerintah hanya membayar selisih harga antara harga beli beras oleh Bulog dan harga jual beras yang digunakan untuk operasi pasar.
Sebagai contoh, jika Bulog membeli beras dari petani seharga Rp 10 ribu per kg, namun menjualnya sebesar Rp 8 ribu per kg dalam operasi pasar, maka pemerintah hanya akan membayar selisih harga sebesar Rp 2 ribu per kg. Harga jual lebih rendah daripada harga beli karena esensi dari operasi pasar adalah menjual beras di bawah harga eceran tertinggi (HET).
Karena itulah, dengan anggaran hanya Rp 2,5 triliun pengadaan beras bisa mencapai lebih dari satu juta ton. Berbeda dengan skema sebelumnya dimana pemerintah membayar seluruh harga beras yang ditanggung oleh Bulog. Dengan begitu, anggaran Rp 2,5 triliun dengan rata-rata harga beras Rp 10 ribu per kg, maka hanya bisa diperoleh beras sekitar 250 ribu ton.
Lewat usulan sebesar Rp 20 triliun itu, Buwas menginginkan agar seluruh kebutuhan untuk pengadaan CBP ditanggung pemerintah. Dengan kata lain, tidak lagi dengan hanya membayar biaya selisih karena merugikan Bulog. Kerugian itu, terjadi karena pasar beras milik Bulog telah menyempit lantaran beralihnya program Beras Sejahtera (Rastra) menjadi Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT).
Rastra mewajibkan para penerima bantuan menggunakan beras Bulog, sementara BPNT menerapkan sistem pasar bebas. Buwas pun mengatakan, anggaran yang digunakan Bulog untuk melakukan pengadaan adalah pinjaman perbankan dengan bunga komersial. Dengan demikian riil yang dihadapi saat ini, Bulog harus terus melakukan pengadaan, sementara penjualan sulit dilakukan, di sisi lain bunga pinjaman perbankan terus membengkak. Stok CBP pun tak boleh diubah menjadi beras komersial yang harganya mengikuti harga pasar.
Jika pemerintah bisa menanggung seluruh kebutuhan anggaran untuk pengadaan CBP, setidaknya Bulog tak perlu meminjam kredit perbankan dan terlilit bunga. "Dengan begitu, kita bisa melakukan pengadaan CBP tanpa harus meminjam ke bank yang ada bunganya," ujar dia.
Namun, usulan Bulog tak sampai di situ. Buwas meminta pencairan dana tersebut dilakukan pada awal tahun. Maksudnya, agar anggaran yang digunakan langsung berasal dari kantong pemerintah.