REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Setara Institute dan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) kabupaten/kota menyampaikan enam agenda prioritas kepada Menteri Agama (Menag) dan Menteri Dalam Negeri (Mendagri), termasuk pemerintah daerah. Sebab, Setara Institute menilai program penanganan radikalisme di setiap kementerian tidak terpadu.
"Sejauh ini kami tidak melihat ada kepaduan, setiap menteri ingin jalan sendiri sendiri terutama Menteri Agama yang statementnya menimbulkan kegaduhan," ujar Direktur Riset Setara Institute Halili dalam sebuah diskusi di kawasan Jakarta Pusat, Ahad (24/11).
Ia menuturkan, FKUB menjadi tumpuan pemerintah daerah (pemda) dalam menangani berbagai persoalan kebebasan beragama atau berkeyakinan. Selain itu, FKUB juga dapat memastikan tidak meluasnya praktik politik identitas yang mencabik kohesi sosial dalam gelaran pemilihan kepala daerah (pilkada) 2017 dan pemilihan umum 2019.
Namun, kata dia, dalam evaluasi bersama yang diselenggarakan Setara Institute bersama 10 FKUB Kota dan 10 elemen masyarakat sipil, tugas FKUB tak berbanding lurus dengan pranata kelembagaan. Kemudian termasuk pada dasar hukum kelembagaan, dukungan anggaran, dan peningkatan kapasitas anggota FKUB, khususnya keterampilan mediasi dan resolusi konflik.
Dengan demikian, enam agenda prioritas kepada Menag dan Mendagri diantaranya pertama, penguatan kelembagaan FKUB melalui pembentukan Peraturan Presiden tentang kedudukan, tugas dan fungsi FKUB. Tentunya dalam promosi toleransi dan kebebasan beragama dan pencegahan intoleransi, radikalisme, dan terorisme.
Saat ini kelembagaan FKUB didasarkan pada Peraturan Bersama Dua Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006. Ditingkatkannya kekuatan hukum yang mengatur kelembagaan FKUB lebih sejalan dengan agenda prioritas pemerintah tentang pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme.
Kedua, kata Halili, melakukan penguatan kapasitas anggota FKUB melalui kegiatan up grading, training, dan kesempatan memperoleh pengetahuan dan pengalaman tentang tata kelola toleransi. Ketiga, memfasilitasi pelembagaan partisipasi elemen masyarakat sipil (civil society).
Ia melanjutkan, hal itu dilakukan dengan memperkuat sinergi dalam pencegahan dan penanganan intoleransi, radikalisme, dan terorisme antara FKUB dengan sejumlah organisasi. Organisasi yang memiliki perhatian yang sama untuk menjamin dan memajukan kebebasan beragama atau berkeyakinan.
Keempat, memberikan dukungan pendanaan yang memadai, layak dan berkelanjutan untuk mengoptimalkan peranan FKUB dalam menjatankan tugas dan fungsinya. Kelima, memfasilitasi penguatan standar dan sistem kerja FKUB dengan standae operasional prosedur (SOP) yang partisipatif dan inklusif.
"Keenam, memberikan dukungan atas berbagai inisiatif FKUB dalam mempromosikan toleransi sebagai bagian tak terpisahkan dari agenda dan program prioritas nasional pemerintahan Jokowi-Maruf Amin dalam pencegahan intoleransi, radikalisme dan terorisme," tutur Halili.
Ia menuturkan, pemajuan toleransi dan penanganan radikalisme harus didekati dengan menempatkan daerah sebagai lokus sekaligus aktor strategis. Sebab, pendekatan komprehensif di daerah dalam isu radikalisme dan intoleransi menjadi penting daripada pendekatan keamanan.
"Kalau kemudian pendekatan yang dilakukan oleh kedua menteri ini lebih banyak soal pendekatan kuratif, pendekatan represif, pendekatan keamanan apalagi, nah di situlah ada potensi abuse," jelas Halili.