REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolres Jakarta Utara, Kombes Polisi Budhi Herdi, menyatakan, pabrik gawai ilegal di Jakarta Utara menyebabkan kerugian negara mencapai Rp 12 miliar. Dalam sebulan, pabrik gawai itu dapat memproduksi 200 gawai dari berbagai merek. Gawai itu dijual dengan harga Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.
"Tersangka sudah melakukan perakitan gawai sejak dua tahun lalu dengan total omzet sekitar Rp 12 miliar, tersangka menjual di seluruh wilayah Indonesia secara daring, karena tidak membuka toko penjualan," kata Budhi saat jumpa pers di Ruko Toho, Penjaringan, Senin (2/12).
Menurut Budhi, dengan spesifikasi gawai yang hampir sama dengan produk sejenis, mempermudah tersangka menjual gawai ilegal itu. Apalagi harga yang ditawarkan cukup murah.
Bahkan, tersangka juga menjual merek gawai-gawai tertentu dari luar negeri dengan memberikan garansi jika terjadi kerusakan. Tersangka memberikan garansi dapat memperbaiki kembali hingga mengganti gawai baru untuk yang rusak.
"Gawai yang rusak, mereka perbaiki dan dijual kembali," kata Kapolres.
Polres Metro Jakarta Utara mengungkap pabrik gawai ilegal di Ruko Toho, Kelurahan Kamal, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara. Tersangka memanfaatkan ruko sebagai tempat tinggal keluarganya sekaligus tempat usaha perakitan gawai secara ilegal.
Kapolres menjelaskan tersangka melaksanakan usaha ilegal itu di Ruko Blok 28 dan 30 dengan memanfaatkan izin usaha menjual asesoris gawai. Tetapi pada kenyataannya tersangka mengimpor komponen gawai, gawai ilegal dari China hingga memproduksi gawai dengan komponen impor dan menjual kembali.
Tersangka dijerat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan pidana paling lama lima tahun penjara. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi dengan pidana paling lama satu tahun penjara serta denda Rp 100 juta.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dengan pidana penjara paling lama empat tahun serta denda paling besar Rp 400 juta. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling besar Rp 2 miliar.