REPUBLIKA.CO.ID, NYON -- Sepak bola selalu penuh dengan drama karena kontroversi yang terjadi di dalamnya, khususnya dari kesalahan keputusan yang diambil oleh wasit atau hakim garis. Hampir tak ada gol, kartu kuning maupun kartu merah, yang dianulir oleh wasit selama pertandingan.
Wasit adalah pengadil hakim di lapangan, terlepas dari salah benarnya keputusan yang diambil. Namun justru itu yang membuat sepak bola menarik sampai hadirnya VAR (Video Assistance Referee).
Kehadiran VAR memang diharapkan dapat membantu menjaga akurasi keputusan wasit di lapangan. Namun, sejak secara resmi diperkenalkan pada Piala Dunia 2018, hadirnya VAR bukan hanya membantu wasit, tapi justru banyak menimbulkan kontroversial. Pertandingan kerap berhenti beberapa menit hanya karena wasit tidak yakin dengan keputusannya.
Padahal, Presiden Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) Aleksander Ceferin menyatakan, kalau sepak bola itu butuh kepastian. Karena itu, Ceferin mengkritisi cara teknologi VAR yang telah mengubah karakteristik dari pertandingan sepak bola. Penggunaan VAR oleh wasit untuk melihat video untuk mengecek keputusan di lapangan terhadap kemungkinan kesalahan, telah disorot dalam beberapa bulan terakhir.
''Pertandingan berubah dan kami takut itu mengubah terlalu banyak. Sepak bola butuh kepastian karena pemain membuat kesalahan dan wasit di lapangan harus bertanggung jawab,'' jelas Ceferin dalam pertemuan komite eksekutif EUFA, dikutip dari AS, Kamis (5/12).
Ceferin menegaskan, yang bertanggung jawab atas kesalahan pemain bukanlah orang yang berada di dalam mobil bangunan yang berada jauh dari lapangan. Ceferin menuturkan, ia dapat menerima kenyataan kalau wasit juga hanya manusia biasa yang bisa membuat kesalahan. Masalahnya adalah ketika teknologi yang membuat kesalahan, yang justru tak dapat diterima.
Satu kesalahan terbesar dalam penggunaan VAR adalah ketika terjadi offside. VAR menggunakan garis untuk mengukur posisi pemain di layar. Akibatnya, gol yang dibuat seorang pemain bisa dibatalkan hanya karena jarinya atau ketiaknya offside. Sehingga, Ceferin menyebut kalau penggunaan VAR untuk menilai keputusan sampai sedetail itu sedikit aneh karena berdasarkan garis subyektif dari fakta obyektif.
Satu sumber kebingungan lain dari penggunaan VAR adalah aturan baru handball, dan berapa lama operator VAR harus mengecek video saat terjadi pelanggaran. Apakah operator mengecek selama lima menit atau 15 menit. Hal itu tidak pernah diucapkan wasit sebelumnya, yang membuat pertandingan harus mundur hanya karena pelanggaran tujuh menit lalu. ''Kami masih bingung yang dimaksud handball seperti apa, siapa yang menggambar garis, seberapa tipisnya garis, masih ada banyak pertanyaan ke depan,'' tegas dia.
Kritik Ceferin terhadap VAR ini bukan berarti ia anti dengan VAR. Ia hanya ingin membuat penggunaan VAR jadi lebih jelas dan cepat, serta tak mengubah wajah sepak bola terlalu masih.
Karena itulah UEFA berencana menyurati pembuat aturan sepak bola IFAB, yang membuat perubahan dalam penggunaan sistem VAR. Tapi ia tidak memberikan penjelasan detail soal apa yang diajukan ke IFAB. Namun intinya, VAR jangan sampai mengubah wajah sepak bola.