REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Hong Kong bersiap menghadapi unjuk rasa besar yang diperkirakan akan mengukur dukungan terhadap demonstrasi pro-demokrasi di kota itu. Pemerintah meminta pengunjuk rasa menggelar aksinya dengan damai.
Polisi memberi lampu hijau kepada kelompok sipil Civil Human Rights Front (CHRF). Kelompok tersebut mengorganisir unjuk rasa damai pada Juni lalu. Ini pertama kalinya CHRF mendapat izin untuk berunjuk rasa sejak 18 Agustus lalu.
Pada Ahad (8/12) pengunjuk rasa akan berangkat dari Victoria Park, pusat perbelanjaan sampai jantung Hong Kong di Charter Road. Rute yang kerap digunakan pengunjuk rasa di bekas koloni Inggris itu.
Unjuk rasa meletus sejak Juni lalu untuk memprotes rancangan undang-undang ekstradiksi yang membuat tersangka di Hong Kong diadili di China. Tapi tuntutan unjuk rasa meluas hingga demokrasi yang lebih besar lagi.
Pada Sabtu (7/12) pemerintah Hong Kong mengatakan 'telah belajar dari pelajaran sebelumnya dan akan mendengarkan dan menerima kritikan'. Kepala komisioner kepolisian yang baru, Chris Tang, mengatakan pasukannya akan menggunakan pendekatan yang fleksibel untuk menghadapi pengunjuk rasa.
Tang mengatakan akan menggunakan 'pendekatan keras dan lembut' dalam menghadapi demonstrasi. Lebih dari 900 orang ditangkap sejak Hong Kong diguncang unjuk rasa pada Juni lalu.
Unjuk rasa di daerah otonom China ini kerap berubah menjadi kerusuhan. Bentrokan antara pengunjuk rasa dan polisi membuat petugas keamanan melepaskan gas air mata dan peluru karet.
Pengunjuk rasa membakar kendaraan dan gedung-gedung. Mereka melempari kantor polisi dengan bom molotov. Demonstran juga merusak stasiun-stasiun kereta, menjatuhkan puing-puing dari jembatan ke jalanan yang ada di bawahnya, dan merusak mal-mal serta kampus-kampus.
Kerusuhan-kerusuhan itu menaikkan pertanyaan bagaimana dan kapan gejolak akan berhenti. Pengunjuk rasa marah dengan apa yang mereka sebut sebagai campur tangan China dalam kebebasan yang dijanjikan terhadap Hong Kong saat diserahkan kembali oleh Inggris pada 1997.
China membantah mengintervensi urusan internal Hong Kong. Beijing menyalahkan negara-negara asing seperti Inggris dan Amerika Serikat sebagai dalang kerusuhan di Hong Kong.