REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah Kementerian Agama Ahmad Umar mengatakan, materi khilafah di madrasah tidak dicabut, tapi pembahasannya dimasukkan dalam mata pelajaran (mapel) sejarah kebudayaan Islam (SKI). Sebelumnya, pembahasan tentang khilafah masuk dalam mata pelajaran fikih.
"Iya (tidak akan mencabut materi khilafah), tapi dicabut dari PMA yang lama yang tidak direlevan, lalu di PMA yang baru dia dipindahkan bahasannya dari fikih menjadi mapel SKI," ujar Umar saat dikonfirmasi Republika.co.id, Senin (9/12).
Dengan dimasukkannya ke mata pelajaran SKI, menurut dia, materi tentang khilafah akan dijelaskan oleh guru madrasah dengan menggunakan pendekatan sejarah. "Ini supaya substansi kontennya itu tetap ada, tapi dengan pendekatan cara yang lain yang relevan, pendekatan sejarah," ujarnya.
Perubahan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) No 183 Tahun 2019 tentang Pedoman Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab di Madrasah dan KMA No 184 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Kurikulum pada Madrasah. Sedangkan, sebelumnya pedoman kurikulum madrasah, PAI, dan bahasa Arab mengacu pada KMA No 165 Tahun 2014.
Umar menjelaskan, sebagai bagian mata pelajaran SKI, khilafah disampaikan dalam konteks sejarah kebudayaan yang lebih menitikberatkan pembangunan peradaban, sejak zaman Nabi, Khulafarurrasyidin, Daulah Umayyah, Abasiyah, hingga Turki Usmani. Termasuk juga, perkembangan Islam modern serta relasinya dengan kepemimpinan bangsa dan negara.
“Pelajaran khilafah diorientasikan untuk memberikan wawasan pengetahuan kepada peserta didik tentang keragaman sistem pemerintahan dalam sejarah Islam hingga era negara bangsa,” katanya.
Selain materi tentang khilafah, penyesuaian juga dilakukan dalam materi pelajaran tentang jihad. Materi ini tidak semata membahas perkembangan perjuangan Islam sejak zaman Nabi, Khulafaurrosidin, sampai ulama, tapi juga tentang dinamika jihad kontemporer. Misalnya, mencerdaskan kehidupan bangsa, membangun peradaban, dan pembaharuan pemikiran.
“Jadi, pembahasan jihad bukan semata soal perang, melainkan juga tentang daya juang yang tingggi dalam setiap perjuangan peradaban,” kata Umar.
Umar mengatakan, dengan terbitnya KMA 183 dan 184 Tahun 2019, kompetensi inti (KI)/kompetensi dasar (KD) yang tertuang dalam KMA 165 sudah tidak berlaku lagi. Sejalan dengan itu, implementasi KI/KD dalam pembelajaran dan penilaian hasil belajar tahun pelajaran 2019/2020 mengacu pada KI/KD yang tercantum dalam KMA 183 Tahun 2019.
Direktorat KSKK Madrasah, tambah Umar, sudah menerbitkan surat edaran untuk Kepala Kanwil Kemenag Provinsi se-Indonesia terkait dengan implementasi KMA 183 dan 184 Tahun 2019 ini. Menurut dia, ada dua hal pokok yang tertuang dalam edaran tersebut.
Pertama, penegasan berlakunya KMA 183 dan 184 tahun 2019. Salah satu perubahannya adalah masuknya materi khilafah dalam pelajaran SKI, bukan fikih. Kedua, soal ujian yang masih menempatkan bahasan khilafah pada mata pelajaran fikih untuk ditarik dan diganti.