REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para penceramah majelis taklim tetap diperbolehkan menyampaikan materi keagamaan di luar modul yang disusun oleh Kementerian Agama. Hal ini disampaikan Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag) Juraidi menyusul akan disusunnya modul yang berisi materi untuk majelis taklim.
"Boleh pakai materi di luar modul. Jadi kita hanya penguatan saja. Misalnya ada yg aktual, misal tentang keluarga sakinah karena sekarang banyak perceraian maka perlu diberi penguatan tentang bagaimana cara berkeluarga dengan baik, agar membantu menurunkan angka perceraian," ujar Juraidi, Senin (16/12).
Juraidi juga menyebutkan, dengan demikian maka sebelum berkeluarga orang bisa mendapatkan pengetahuan tentang tata cara berkeluarga yang baik. "Modul itu dinamis. Misalnya tahun ini tentang itu (keluarga sakinah) diperbarui lagi ya itu bisa. Jadi kita lebih pada penguatan materinya, disertai dengan pelatihan agar (pengisi majelis taklim) bisa menyampaikan pencerahan," ujarnya.
Juraidi mengatakan ada rukun majelis taklim sebagaimana termaktub dalam Peraturan Menteri Agama 29/2019. Lima itu adalah jamaah, pengurus, ustaz-ustazah, domisili, dan materi. "Lima itu harus ada. Tapi dari segi materi tidak akan ada intervensi," katanya.
Kemenag pun tidak terlalu berharap dengan terbitnya PMA ini majelis taklim kemudian didanai sepenuhnya oleh pemerintah. "Tidak juga. Tapi ada peluang itu, karena kita juga paham tentang keterbatasan anggaran negara. Tapi tanpa itu kan majelis taklim sudah berjalan, cuma kita ingin memperbaiki," katanya.
Dengan demikian, majelis taklim bisa memenuhi persyaratan atau kriteria dari Kementerian Keuangan dalam menerima bantuan pendanaan. "Jadi andai ada bantuan, majelis taklim bisa mengaksesnya, mereka jadi punya catatan administrasi yang baik, bisa memenuhi persyaratan dari Kementerian Keuangan tentang persyaratan suatu lembaga agar bisa mengakses bantuan. Kalau kita biarkan, mereka tidak akan bisa mengkses itu," ujarnya.