REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Pengadilan Pakistan menjatuhkan hukuman mati kepada Pervez Musharraf pada Selasa (17/12). Dia adalah mantan penguasa militer yang melakukan kudeta pada 1999 kemudian memerintah sebagai presiden.
Dakwaan terhadap Musharraf didasarkan pada keputusannya menerapkan keadaan darurat pada November 2007 hingga Februari 2008. Saat itu pemerintahannya sedang menghadapi pertentangan yang semakin besar.
Di bawah keadaan darurat, semua kebebasan sipil, hak asasi manusia, dan proses demokrasi ditangguhkan. Tahun-tahun terakhir pemerintahannya ditandai dengan perjuangan peradilan yang berasal dari keinginannya untuk tetap menjadi kepala staf militer sekaligus presiden.
Musharraf akhirnya mengundurkan diri pada 2008 setelah sebuah partai politik yang mendukungnya bernasib buruk dalam pemilu. Sejak saat itu Musharraf banyak menghabiskan waktu di luar negeri.
Bulan lalu, Musharraf merilis sebuah rekaman video dari tempat tidur di sebuah rumah sakit di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA). Dalam video tersebut Musharraf mengungkapkan bahwa dia tak diberi pemeriksaan adil dalam kasus yang diajukan pemerintah pada 2013. "Saya melayani bangsa dan membuat keputusan untuk perbaikan negara," ucapnya.
Hukuman mati terhadap Musharraf dijatuhkan oleh pengadilan anti-terorisme. Dia dianggap terbukti melakukan pengkhianatan tingkat tinggi dan merongrong konstitusi. "Pervez Musharraf dinyatakan bersalah atas Pasal 6 karena melanggar konstitusi Pakistan," ujar pejabat hukum pemerintah Salman Nadeem.
Musharraf sedang tidak berada di Pakistan. Dia dilaporkan enggan mengomentari vonis yang telah dijatuhkan pengadilan terhadap dirinya.