REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Donald Trump resmi menjadi presiden Amerika Serikat (AS) ketiga yang dimakzulkan. Dalam pemungutan suara, Kamis (19/12), House of Representatives (DPR) mengesahkan dakwaan penyalahgunaan kekuasaan terhadap Trump.
Pemakzulan bukan berarti membuat Trump lengser dari jabatannya sebagai presiden AS. Pemakzulan artinya membawa dakwaan ke pemerintah atas dugaan kejahatan. Proses selanjutnya ada di Senat AS yang saat ini dikuasai senator dari Partai Republik.
Sepanjang sejarah 243 tahun berdirinya AS, tidak ada presiden yang diturunkan melalui proses pemakzulan. Seusai disahkan House, proses pemakzulan akan dibawa ke Senat dan diputuskan melalui sidang.
Dalam sidang itu anggota House akan bertindak sebagai jaksa dan anggota Senat sebagai juri. Untuk menurunkan presiden dari jabatannya dibutuhkan sepertiga suara dari 100 anggota Senat. Artinya, harus ada 20 anggota Senat dari Partai Republik yang bersedia bergabung dengan langkah yang didorong Partai Demokrat.
Belum satu pun anggota Senat dari Partai Republik yang terlihat tertarik untuk melakukan itu. Petinggi Senat dari Partai Republik Mitch McConnell memprediksi badan legislatif yang ia pimpin tidak akan menyingkirkan Trump dalam persidangan tersebut.
Trump yang mengincar periode kedua dalam pemilihan presiden 2020 mengatakan, pemakzulan itu didorong 'upaya kudeta' karena Partai Demokrat masih kesal dengan kekalahan mereka dalam pemilihan presiden 2016. Dalam pasal penyalahgunaan kekuasaan, House menilai Trump telah melanggar Konstitusi AS dengan meminta Ukraina menyelidiki mantan wakil presiden dan kandidat calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden.
Berdasarkan jajak pendapat, Biden menjadi calon lawan terkuat Trump dalam pemilihan presiden tahun depan. Trump juga diduga telah mendorong teori konspirasi yang menyatakan bukan Rusia yang mengintervensi pemilihan presiden 2016, melainkan Ukraina. Partai Demokrat juga mengatakan Trump menahan bantuan dana militer untuk Ukraina senilai 391 juta dolar AS.
Dana bantuan itu digunakan untuk menghadapi pemberontak yang didukung Rusia. Dana bantuan diberikan setelah sambungan telepon antara Trump dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskiy.
Partai Demokrat menilai dalam sambungan telepon itu Trump meminta Zelenskiy untuk melakukan intervensi dalam pemilihan presiden 2020. Pemungutan suara House juga mengesahkan pasal kedua pemakzulan ini.
Trump diduga menghalang-halangi proses penyelidikan pemakzulan yang digelar komite intelijen House. Trump menghalangi dengan meminta pejabat pemerintah tidak memenuhi panggilan House untuk bersaksi dan menyerahkan dokumen yang diminta.