REPUBLIKA.CO.ID, PANGKALAN- Hujan deras dengan intensitas tinggi di Jorong Jorong Simpang Tigo, Nagari Koto Alam, Kecamatan Pangkalan, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat mengakibatkan tekstur tanah melunak. Sehingga jalan nasional yang menghubungkan Provinsi Sumbar dan Riau itu terancam putus total bila tidak ditanggulangi dengan cepat.
"Ini harus ditanggulangi segera. Bila dibiarkan, tanah akan semakin turun dan jalan akan putus. Sumbar dan Riau akan putus karena ini adalah jalan nasional," kata Wali Nagari Koto Alam Abdul Malik kepada Republika, Sabtu (21/12).
Abdul mengatakan musim hujan yang merata di Sumbar sejak bulan lalu menjadi penyebab tanah bergerak hingga amblas. Uniknya pergeseran tanah di pinggir jalan Simpang Tigo, Koto Alam ini terjadi secara perlahan. Warga mulai melihat tekstur tanah turun sejak Selasa (10/12) lalu. Semula keretakan tanah hanya terlihat sepanjang dua ruas jari. Setiap hari keretakan tanah terus bertambah dan memanjang.
Pantauan Republika, sekarang keretakan tanah sudah sampai ke ruas jalan Sumbar-Riau. Jalan yang rusak sepanjang lebih kurang 70 meter. Sisi jalan yang dapat dilalui kendaraan tinggal sebagian. Hal ini membuat kendaraan yang lewat harus bergantian dari dua arah. Warga setempat selama 10 hari terakhir berinisiatif mengatur buka tutup jalan agar kemacetan tidak terjadi.
Abdul menyebut kondisi jalanan di Simpang Tigo Koto Alam ini sudah ditinjau oleh Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dan Pemerintah Provinsi Sumbar. Tapi sampai sekarang perbaikan belum dilaksanakan. Abdul khawatir bila kondisi ini terus dibiarkan, tanah semakin turun dan jalan tidak dapat dilalui sama sekali. Sehingga dampaknya jalur transportasi Sumbar-Riau terputus.
Tanah bergerak atau amblas di Simpang Tigo, Koto Alam ini tak hanya mengancam jalur Sumbar-Riau terputus. Tapi juga telah merusak lima bangunan rumah warga yang berada di pinggir jalan. Empat rumah permanen dan satu rumah setengah jadi. Lima unit rumah tersebut rusah remuk dengan kondisi miring.
Azima (60) pemilik rumah mengatakan proses amblasnya tanah tempat rumahnya dibangun juga perlahan. Awalnya hanya retak-retak kecil. Barulah selang beberapa hari rumahnya ambruk dan turun sampai 5 meter sampai 6 meter. Sehingga rumahnya itu sekarang tak dapat lagi dihuni sama sekali.
"Sekarang harus pindah ke rumah anak saya di Pangkalan. Di sini sudah tidak aman," ucap Azima.