Survei terbaru yayasan Jerman Bertelsmann Foundation yang dirilis hari Senin (30/12) menyebutkan, tiga negara pengekspor terbesar dunia, yaitu AS, Cina dan Jerman, yang paling diuntungkan dengan sistem perdagangan global saat ini. Hanya dalam setahun, ketiga negara ini bisa meraup keuntungan sampai 239 miliar dolar.
Ketiga negara itu mendapat manfaat terbesar dari keanggotaan mereka di Organisasi Perdagangan Dunia, WTO. Survei terbaru Bertelsmann Foundation dibuat sekaligus untuk menandai peringatan 25 tahun pendirian WTO, yang resmi didirikan 1 Januari 1995 sebagai kelanjutan dari Perjanjian Perdagangan Bebas GATT. WTO saat ini dipimpin oleh diplomat Brasil, Roberto Azevedo.
AS, Cina dan Jerman disebut telah mencapai perolehan pendapatan terbesar sebagai hasil dari sistem perdagangan global berbasis aturan-aturan WTO. Amerika Serikat menjadi negara yang paling diuntungkan dengan meraup keuntungan 87 miliar dolar pada 2016, disusul Cina dengan keuntungan 86 miliar dolar dan Jerman dengan keuntungan sekitar 66 miliar dolar.
Survei Bertelsmann Foundation juga menghitung efek kekayaan di 180 negara, yang didapat sejak pendirian WTO, termasuk perkembangan di 164 negara anggota WTO. Parameter perhitungan adalah arus perdagangan domestik maupun arus perdagangan ke dan dari luar negeri.
Ekspor dan manufaktur kuat bisa jamin pertumbuhan
Sementara anggota GATT/WTO menikmati peningkatan ekspor rata-rata 14% antara 1980 dan 2016, ekspor ke negara-negara di luar WTO turun rata-rata 5,5%, demikian survei Bertelsmann Foundation.
Pada tahun 2016, 20 tahun setelah lembaga itu didirikan, keanggotaan di WTO telah memicu peningkatan kemakmuran di seluruh dunia sebesar 855 miliar dolar.
"WTO adalah sistem operasi ekonomi global, yang memastikan setiap hari bahwa barang dan jasa dapat bersirkulasi dalam lingkungan yang stabil dan berdasarkan aturan," kata Christian Bluth, pakar perdagangan di Bertelsmann Stiftung.
Laporan tersebut mencatat bahwa negara-negara dengan ekspor dan manufaktur yang kuat cenderung mendapat manfaat besar dari keanggotaan WTO, contohnya Meksiko (58 miliar dolar) dan Korea Selatan (31 miliar dolar).
Masa depan masih tidak pasti
WTO yang bermarkas di Jenewa, 25 tahun setelah pendiriannya justru menghadapi tekanan kuat, terutama dari Amerika Serikat di bawah pemerintahan Donald Trump. Washington menganggap bahwa badan perdagangan dunia ini hanya menguntungkan pesaingnya di pasar global.
AS telah memblokir penunjukan hakim banding WTO yang baru, selama dua tahun terakhir ini, yang melumpuhkan mekanisme penyelesaian perselisihan pada lembaga yang sering disebut "Mahkamah Perdagangan Dunia" ini.
Cina jadi negara lainnya yang mengeluhkan sistem WTO dalam menyelesaikan perselisihan perdagangan. Di dalam laporan terbarunya, Bertelsmann mencatat bahwa anggota terbesar WTO, yaitu AS dan Cina, "semakin meningkatkan perselisihan pabean mereka di luar organisasi," dengan melancarkan perang dagang bilateral.
WTO juga makin sering dikritik oleh kalangan ilmuwan dan praktisi. Para kritikus mengatakan bahwa WTO perlu waktu terlalu lama untuk menyelesaikan kasus-kasus perselisihan. Badan dunia itu juga dianggap tidak siap menghadapi perkembangan dan tantangan baru, terutama yang ditimbulkan sistem kapitalisme dan perekonomian yang dikontrol negara, seperti halnya di Cina.
Banyak kalangan kini menuntut agar WTO direformasi secara menyeluruh dengan sistem yang lebih adil dan efektif.
hp/as (dpa, afp)