Ahad 05 Jan 2020 13:27 WIB

TPF: Polisi Sengaja Tembak Warga Muslim

Polisi menyerang warga muslim yang sedang berdoa di masjid.

Rep: rizkyan adiyudha/ Red: Joko Sadewo
Tim Pencari Fakta menyebut polisi India sengaja membidik muslim yang berdemonstrasi. Foto demo menolak UU Kewarganegaraan India (ilustrasi)
Foto: AP Photo/Bikas Das
Tim Pencari Fakta menyebut polisi India sengaja membidik muslim yang berdemonstrasi. Foto demo menolak UU Kewarganegaraan India (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, MANGALURU -- Tim pencari fakta memaparkan hasil investigasi kasus penembakan oleh kepolisian India saat mengawal aksi demonstrasi penolakan UU Kewarganegaraan, yang dinilai anti-Muslim. Investigasi internal itu mendapati bahwa penembakan dengan sengaja membidik warga muslim India.

Seperti diwartakan New Indian Express, Ahad (5/1) tim pencari fakta mendapati bahwa aksi penembakan oleh kepolisian saat mengawal demonstrasi pada 19 Desember 2019 lalu itu telah 'direncanakan'. Tim mengatakan, bahwa aparat bahkan dengan sengaja juga membidik pertokoan milik warga muslim bahkan menyerang masjid.

Tim pencari fakta terdiri dari perwakilan Serikat Rakyat untuk Kebebasan Sipil (PUCL) Persatuan Forum Rakyat India (AIPF) dan Konfederasi Nasional Organisasi Hak Asasi Manusia (NCHRO). Mereka mengatakan, tindakan kepolisian yang menyasar muslim itu sudah direncanakan satu hari sebelum peristiwa penembakan di Mangaluru.

Tim menganalisa 60 hingga 70 video yang beredar luas. mereka mendapat bahwa klaim kepolisian yang menyebut jumlah massa aksi mencapai 6000 hingga 7000 adalah salah. Tim mengatakan, massa aksi tidak lebih dari 200 hingga 300 orang.

Hasil penydikan juga mendapati bahwa demonstrasi diawali oleh pembubaran paksa sekitar 150 anak muda yang melakukan aksi damai oleh kepolisian sempat. Kepolisian menggunakan tindakan kekerasan untuk membubarkan aksi tersebut.

Para pemuda lantas mengaku kebingunan apakah aksi protes ingin diteruskan atau dibatalkan. Kendati, tim mengatakan aparat mengamuk dan menyerbu ke toko-toko di sekitar, menarik orang dan secara selektif menyerang warga Muslim.

Sekitar pukul 16.00 waktu setempat, tim kepolisian juga menyerang Masjid Ibrahim Khaleel di mana terdapat 80 orang yang tengah berdoa dengan damai. saat itu, kepolisian tengah berusaha mengejar pemuda tertentu ke masjid tersebut.

Aparat kemudian memulai serangan tanpa pandang bulu dengan batu dan gas air mata ke dalam masjid. Kepolisian selanjutnya mengamankan para pemimpin masyarakat untuk menenangkan situasi.

Kendati, situasi menjadi lebih buruk saat salah satu tokoh masyarakat Ashraf terluka di kepala akibat serangan polisi. Peristiwa itu selanjutnya memicu aksi besar massa.

Seperti diketahui, situasi India saat ini tengah diwarnai aksi protes dari warga atas Amandemen Kewarganegaraan baru yang dinilai sebagai UU Antimuslim. UU kewarganegaraan baru itu dinilai bias dengan kondisi India yang 14 persen populasinya menganut agama islam.

Hal tersebut lantas mendapat penolakan keras dari masyarakat. Mereka menggelar aksi protes pada 19 Desember 2019 lalu. Aksi itu mendapat tindakat represif dari kepolisian hingga menewaskan dua warga akibat tertembus peluru.

Sejumlah warga tewas dimana dua di antaranya meninggal usai ditembak di Mangaluru, India. Laporan tim pencari fakta mendapati bahwa dua warga bernama Abdul Jaleel dan Nausheen yang tewas ditembak itu bukan bagian dari massa aksi protes.

Presiden PULC YJ Rajendra mengatakan, laporan awal kepolisian yang menyebut muslim sebagai dalang protes semakin membuktikan bahwa mereka bertindak dengan prasangka terhadap masyarakat muslim.

"Dan jika polisi mengklaim bahwa mereka melepaskan tembakan ketika para demonstran mencoba membakar kantor polisi itu benar, maka gambar CCTV di kantor polisi harus dipublikasikan," tegasnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement