Kamis 09 Jan 2020 19:12 WIB

Pemkot Antisipasi Ratusan Anak "Punk" di Kota Tasikmalaya

Ada 254 anak punk di Kota Tasikmalaya.

Rep: Bayu Adji/ Red: Muhammad Hafil
Pemkot Antisipasi Ratusan Anak
Foto: Antara/Muhammad ryan Wibowo
Pemkot Antisipasi Ratusan Anak "Punk" di Kota Tasikmalaya. Foto: Anak punk (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Tasikmalaya mulai mengkhawatirkan keberadaan anak jalanan yang berpenampilan seperti anak "punk" di wilayahnya. Berdasarkan data Dinas Sosial (Dinsos) Kota Tasikmalaya, terdapat setidaknya 254 anak punk di Kota Tasikmalaya.

Wali Kota Tasikmalaya, Budi Budiman menilai keberadaan anak punk itu mulai meresahkan. Pasalnya, stigma kepada anak punk selalu berdekatan dengan pergaluan bebas, prostitusi, minuman keras, dan obat terlarang. Apalagi, lanjut dia, dinilai dari penampilan anak punk sudah mendobrak aturan, agama, budaya dan lainnya. 

 

"Makanya kita cari solusinya karena kita yakin bisa menanggulanginya," kata dia, Kamis (9/1). 

 

Menurut dia, untuk mengatasi itu Pemkot Tasikmalaya tak bisa bergerak seorang diri. Harus ada kerja sama dari berbagai pihak untuk melakukan penanggulangan.

 

Ia mengakui, saat ini Pemkot Tasikmalaya belum memiliki tempat penampungan untuk anak punk. Namun, bukan berarti anak punk tak bisa dibina. 

 

"Walaupun kami ada keterbatasan tapi dengan bersama-sama saya yakin bisa tuntas," kata dia.

 

Ia menduga, semakin menjamurnya anak jalanan di Kota Tasikmalaya disebabkan adanya pihak-pihak yang memanfaatkan. Ia mencontohkan, anak punk itu seperti juga anak-anak di bawah umur yang menjadi pengamen memakai boneka-boneka, dikendalikan oleh mafia.

 

"Mereka ini seperti ada mafianya. Maka dari itu ayo kita sama-sama juga perangi mafianya. Agar bisa kita tanggulangi bersama," kata dia.

 

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tasikmalaya, Aslim mengatakan, harus ada solusi konkret untuk mengantisipasi terus bertambahnya anak punk di Kota Tasikmalaya. Menurut dia, anak-anak itu perlu dibina agar tak kembali ke jalanan dan meresahkan banyak warga. 

 

"Ini adalah tugas kita. Mudah-mudahan kita bisa bersama-sama memberikan solusi terbaik agar tak ada lagi anak-anak punk di Kota Tasik," kata dia.

 

Kapolres Tasikmalaya Kota, AKBP Anom Karibianto mengatakan, selama 2019 memang terdapat beberapa kasus tindak pidana yang melibatkan anak punk. Karena itu, ia menegaskan, fenomena anak punk di Tasikmalaya yang semakin tinggi harus diantisipasi dengan cepat agar tak menimbulkan masalah baru.

 

"Ini seperti fenomena gunung es. Ketika tidak diantisipasi, bisa terjadi hal yang tak diinginkan," kata dia.

 

Menurut Anom, dari beberapa kasus yang ada, keberadaan anak punk terkait juga dengan penyalahgunaan narkoba, pencabulan anak di bawah umur, penculikan, minuman keras, dan lainnya. Kasus yang terjadi itu dinilai hanya permukaannya saja. 

 

"Jadi fenomena ini bagi kami jadi perhatian juga. Karena itu, dari kepolisian juga terus membina mereka," kata dia.

 

Kepala Dinas Sosial Kota Tasikmalaya, Nana Rosadi mengatakan, pada dasarnya pembinaan kepada anak jalanan merupakan tugas negara. Namun, dalam pembinaannya tak bisa dilakukan sendiri oleh pemerintah. Harus ada dukungan dari masyarakat luas.

 

Ia menambahkan, pemkot sudah berkoordinasi baik dengan TNI maupun Polri. "Jadi mereka ditangkap dengan baik, kita jamin, fasilitasi dan berdayakan mereka. Dalam pemberdayaan tanpa fasilitas atau jaminan, mereka pasti aakan kembali lagi ke jalan," kata dia.

 

Nana mengatakan, pemberdayaan juga tak bisa dilakukan dengan instan. Pemberdayaan harus dilakukan secara berkelanjutan. Setelah diberdayakan dan diberikan jaminan, menurut dia, pasti ada anak punk yang memilih untuk beralih ke kehidupan normal atau tidak.

 

Ia mengatakan, selama ini dinas sosial sebenarnya telah melakukan banyak pemberdayaan. Contohnya, pemberdayaan kepada para pemgangguran. Namun untuk anak punk, masih sulit dilakukan lantaran mereka berpindah-pindah.

 

"Ini perlu penjangkauan, mana yang sebenarnya di Tasik. Dari itu kita dekati agar dia bisa diberdayakan. Jadi tidak mudah, harus berkelanjutan," kata dia.

 

Menurut dia, pembedayaan untuk anak punk mesti dilakukan setidaknya selama satu tahun. Namun masalahnya, saat ini dinas sosial belum memiliki tempat penampungan khusus. Adapun tempat persinggahan yang juga merangkap balai latihan kerja.

 

Selain itu, lanjut Nana, harus dicari terlebih dahulu akar masalah anak punk. "Anak punk itu kan melawan tirani, melawan kekuasaan. Karena itu perlu juga direhabilitasi. Setelah dia dijamin dapat kerja, pasti akan beralih meski tidak akan semua," kata dia.

 

Nana mengatakan, pihaknya telah memasukan program pemberdayaan kepada anak jalanan ke dalam rencana kerja dan anggaran (RKA). Namun, rencana yang dilakukan baru sebatas kemampuan yang ada. Artinya, belum ada pemberdayaan khusus kepada anak punk.

 

Karena itu, lanjut dia, dibutuhkan dukungan dari masyarakat. "Ketika masyarakat mendukung, beban akan berkurang," kata dia.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement