REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, Banten menyediakan sekolah darurat untuk para korban banjir yang masih berada di pengungsian. Sekolah darurat ini untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar peserta didik yang sekolahnya rusak dan tidak bisa digunakan.
Pemerintah setempat sebelumnya memang sudah merencanakan relokasi kegiatan belajar mengajar. Beberapa murid sekolah akan belajar di satu ruangan Majelis Taklim, satu ruangan di masjid yang berada di Kampung Buluheun, dan dua ruangan di Madrasah Diniyah.
"Untuk sekolah-sekolah terdampak, saat ini yang masih di pengungsian kita laksanakan sekolah darurat," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, Wawan Ruswandi, dihubungi Republika, Ahad (12/1).
Ia menambahkan, pembelajaran yang diberikan kepada anak korban banjir akan lebih banyak kepada kegiatan trauma healing. Aktivitas tersebut dinilai penting mengingat banjir yang terjadi tiba-tiba menyebabkan ketidaknyamanan pada anak-anak.
Wawan menjelaskan, pihaknya mendirikan delapan tenda sekolah khususnya bagi sekolah yang bangunannya hanyut. Tenda sekolah juga dibangun untuk anak-anak yang akses menuju sekolahnya terganggu akibat jembatan putus.
Selain itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak juga memberikan bantuan peralatan sekolah. "Kita juga mulai membagikan seragam dan perlengkapan sekolah secara bertahap," kata Wawan menambahkan.
Kegiatan belajar mengajar pascabanjir, kata Wawan seluruhnya sudah berjalan. Walaupun demikian, sebagian besar aktivitas belajar mengajar belum normal khususnya bagi siswa-siswi yang sekolahnya rusak atau akses jalan ke sekolahnya terputus.
Di Kabupaten Lebak, banjir cukup parah melanda permukiman warga dan bangunan fasilitas publik. Sebanyak 12 sekolah mengalami kerusakan akibat banjir dengan rincian tiga Sekolah Dasar Negeri (SDN), dua Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN), satu Taman Kanak-Kanak (TK), dan enam Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD).