REPUBLIKA.CO.ID, BANDA ACEH -- Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Aceh menyebut, industri pariwisata halal telah berjalan lama di Aceh sebelum istilah itu diperkenalkan dalam World Halal Tourism Summit di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab 2015.
"Selama ini pemerintah di Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota, sudah melakukan. Mungkin porsinya (wisata halal) yang perlu ditambah, dan harus dilakukan secara terus-menerus. Tak bisa berhenti," ujar Sekretaris Asita Aceh, Totok Julianto, Rabu (15/1).
Ia menerangkan, dalam beberapa tahun terakhir juga telah mengikuti aturan yang ditetapkan instansi terkait fasilitas kebutuhan wisatawan Muslim domestik dan asing. Hal itu mulai dari menawarkan paket perjalanan mengacu pada aturan hidup, mengadakan perjalanan, menentukan tujuan wisata, akomodasi hingga makanan pada daerah destinasi wisata di provinsi paling Barat Indonesia ini.
Istilah wisata halal mulai diperkenalkan ketika berlangsungnya World Halal Tourism Summit di Abu Dhabi tahun 2015. Istilah itu diperkenalkan karena menyadari pangsa pasar dari negara-negara Muslim yang begitu besar, seperti Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Indonesia.
Wisatawan Muslim memerlukan kebutuhan meliputi kemudahan beribadah, mendapatkan makanan halal, nilai tambah ketika melakukan perjalanan, terjaga dari kemaksiatan, dan kemungkaran. "Di Aceh cuma perlu ditambahkan, seperti bentuk-bentuk wisata halal, dan jenis-jenis wisata halal. Itu, bisa dikreasikan stakeholder pariwisata. Contoh, halal logonya bukan seperti milik LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Hari ini sertifikasi halal LPPOM MUI (mengeluarkan), bukan dari instansi lain," ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah daerah di Aceh segera memperoleh sertifikasi halal terutama bagi pelaku pariwisata di destinasi wisata setempat. "Agar wisatawan lebih yakin lagi, bahwa di Aceh pariwisatanya memang sudah halal ditandai dengan sertifikasi, dan didukung oleh pemerintah daerah. Ini merupakan alternatif bagi wisatawan yang mencari wisata halal dengan jaminan penuh. Saya kira ini pasarnya bagus, dan perlu komitmen dari pemerintah baik provinsi dan kabupaten/kota di Aceh," ungkap dia.
Wakil Wali Kota Banda Aceh Zainal Arifin meminta kalangan pelaku usaha pariwisata tidak ragu menjual wisata halal di provinsi tersebut. "Jangan pernah ragu mempromosikan dan menjual wisata halal. Wisata halal juga disukai wisatawan non-Muslim," kata Zainal.