REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Malaysia mengungkapkan keprihatinannya terhadap pembatasan impor baru di India terkait minyak sawit. Meskipun demikian, perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad mengatakan dirinya akan terus berbicara tentang hal-hal yang menurutnya merugikan negaranya secara finansial.
India merupakan pembeli minyak nabati terbesar di dunia. Namun, pekan lalu negara tersebut mengubah aturan yang melarang impor sawit olahan dari Malaysia, produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar kedua di dunia setelah Indonesia.
Langkah itu dilakukan setelah New Delhi keberatan dengan kritik Mahathir terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan baru berbasis agama di India. Mahathir yang blak-blakan membuat hubungan antara negaranya dengan India dan Arab Saudi memburuk dalam beberapa bulan terakhir.
Ia sebelumnya menuduh India menginvasi wilayah mayoritas Muslim yang disengketakan di Kashmir. Ketika kilang kelapa sawit Malaysia menghadapi kerugian bisnis, Mahathir mengatakan pihaknya akan menemukan solusi.
Ia juga berpendapat, akan salah jika pihaknya membiarkan sesuatu yang salah dan hanya memikirkan uang yang akan berkurang. "Tentu saja kami prihatin karena kami menjual banyak minyak sawit ke India, tapi di sisi lain kami harus jujur dan melihat bahwa jika ada yang salah, kami harus mengatakannya," kata Mahathir menegaskan.
Reuters sebelumnya melaporkan pada Senin (13/1), pemerintah India secara tidak resmi telah menginstruksikan pedagang di sana untuk menghindari minyak sawit dari Malaysia. Kementerian Luar Negeri India mengatakan bahwa pembatasan kelapa sawit tidak spesifik untuk negara tertentu. Namun, status kedua negara adalah sesuatu yang akan dipertimbangkan.
India adalah pembeli minyak kepala sawit terbesar Malaysia pada 2019 dengan total 4,4 juta ton pembelian. Pada 2020, pembelian bisa turun di bawah 1 juta ton jika hubungan keduanya tidak membaik.