REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permasalahan yang terjadi pada PT Asuransi Jiwasraya (Jiwasraya) dan PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) dinilai karena buruknya penerapan tata kelola perusahaan atau good corporate governance (GCG). Direktur Riset Center of Reforms on Economics (CORE), Piter Abdullah Redjalam mengatakan pengelolaan investasi dilakukan tidak sesuai dengan aturan main perusahaan.
"Persoalan investasi di Jiwasraya dan Asabri saya duga muncul karena kurang ditegakkannya GCG," kata Piter kepada Republika.co.id, Rabu (15/1).
Untuk perusahaan sebesar Jiwasraya dan Asabri dengan nilai investasi yang juga besar, menurut Piter, pastinya memiliki aturan yang harus ditaati oleh para fund manager. Misalnya saja dalam menentukan jenis instrumen atau proporsi investasi di instrumen yang berisiko.
Piter mengatakan, manajemen Jiwasraya dan Asabri sudah semestinya melakukan pemantauan yang ketat terhadap penempatan investasi. Pada kasus Jiwasraya dan Asabri ini terkesan adanya pembiaran pembelian nilai aset yang anjlok hingga nilai sangat rendah.
Menurut Piter, penanganan kasus Jiwasraya dan Asabri ini tidak bisa dilakukan secara parsial. Hal pertama yang harus diselesaikan terlebih dahulu yaitu mengembalikan kepercayaan nasabah dengan membayar hak atau klaim.
Dengan demikian penerimaan premi bisa normal kembali. Selanjutnya, kedua perusahaan harus memperbaiki penempatan dana atau melakukan investasi dengan disiplin terhadap ketentuan yang ditetapkan.
Retno Wulandhari