Kamis 16 Jan 2020 12:36 WIB

AS Desak Mesir Bebaskan Jurnalis Anadolu

Mesir menggrebek kantor Anadolu Agency di Kairo.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Kantor berita Anadolu Agency
Foto: Anadolu Agency
Kantor berita Anadolu Agency

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) meminta pihak berwenang Mesir untuk membebaskan empat karyawan Anadolu Agency (AA) yang ditahan dalam penggerebakan kantor berita Turki di Kairo, Mesir. Penggerebekan dilakukan oleh pasukan keamanan Mesir yang menuduh tempat AA beroperasi telah digunakan untuk menerbitkan informasi bohong dan "negatif".

"Kami mengetahui laporannya. Jika benar, kami menyerukan kepada Pemerintah Mesir untuk membebaskan para jurnalis yang ditahan dan memungkinkan pers yang bebas dan terbuka di Mesir," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri AS kepada AA, Kamis (16/1).

Baca Juga

Polisi Mesir dilaporkan menggrebek kantor AA di Kairo pada Selasa. Hingga kini keberadaan para tahanan yang ditahan, termasuk satu warga negara Turki, tidak diketahui.

Turki pun telah mengutuk penggerebekan itu, dan menyerukan pembebasan segera empat karywan. Sementara itu, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan, pihaknya tengah menyelidiki insiden penangkapan tersebut. Dia menegaskan kembali kekhawatirannya tentang perlindungan jurnalis di seluruh penjuru dunia.

Dalam sebuah pernyataan, Komite untuk Melindungi Jurnalis (CPJ) mengatakan telah menghubungi Kantor Jaksa Agung Mesir dan Layanan Informasi Negara Mesir untuk informasi lebih lanjut tentang operasi polisi Mesir. Meski hingga kini masih menunggu tanggapan.

"Wartawan yang beroperasi di Mesir seharusnya tidak perlu bekerja dalam ketakutan bahwa mereka akan digunakan untuk menyelesaikan masalah politik antarnegara," kata koordinator kelompok untuk Timur Tengah dan Afrika Utara Sherif Mansour.

"Pihak berwenang harus segera membebaskan staf dari Kantor Berita Anadolu yang ditangkap kemarin, dan berhenti menggunakan tuduhan berita palsu untuk melecehkan dan membungkam media," ujarnya menambahkan.

Hubungan Ankara dengan Kairo membeku sejak militer Mesir pada 2013 menggulingkan presiden asal Ikhwanul Muslim, Mohammed Mursi, yang merupakan sekutu Presiden Turki Tayyip Erdogan. Kedua negara juga berselisih soal yuridiksi maritim dan sumber daya lepas pantai di Mediterania timur. Kesepakatan kelautan Ankara dengan pemerintah Kesepakatan Nasional Libya yang diakui PBB pada November memicu ketegangan lebih lanjut dengan pemerintah Kairo.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement