REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Selama satu pekan terakhir Bangkok telah dicekik kabut tebal. Warga ibu kota Thailand itu mulai menyalahkan pemerintah yang menurut mereka tidak efektif dalam mengatasi masalah tersebut.
Departemen Pengendali Polusi Thailand mengatakan pada Senin (20/1) sore di beberapa wilayah partikel PM 2,5 yang ada dalam kabut telah mencapai 95 mikrogram per kubik. Mereka mengatakan level PM 2,5 itu sudah membahayakan kesehatan karena batas minimalnya 50 mikrogram per kubik. Partikel PM 2.5 cukup kecil untuk masuk ke dalam paru-paru. Partikel itu dapat menyebabkan masalah bronkitis jangka pendek dan membahayakan kesehatan jangka panjang.
Direktur Jenderal Departemen Pengendali Polusi Thailand Pralong Damrongthai menjelaskan krisis kabut Bangkok disebabkan begitu banyaknya debu ultrakecil dari emisi kendaraan dan aktivitas lainnya. Ia mengatakan udara hangat yang meteorolog sebut sebagai inversi memerangkap kabut hingga akhirnya kabut tidak bisa naik ke atas.
Warga Bangkok semakin frustasi dengan kecilnya kemajuan upaya pemerintah dalam mengatasi situasi ini. National Institute for Development Administration menggelar survei terhadap 1.256 warga Bangkok. Survei itu menunjukkan 81 persen responden menyatakan solusi yang dilakukan pemerintah tidak efektif mengatasi masalah itu. Hanya 2,7 persen yang mendukung upaya pemerintah.
Pada bulan Oktober lalu, Departemen Pengendali Polusi merilis rencana aksi nasional setebal 52 halaman untuk mengatasi masalah polusi. Tapi belum diketahui apakah ada atau sudah berapa banyak langkah yang telah diimplementasikan.
Sebagian besar rencana itu adalah pedoman untuk badan pemerintah. Tapi juga membahas pencegahan dan cara untuk mengukur polusi. Tidak hanya di Bangkok di utara dan tengah Thailand juga diselimuti kabut.
Pembakaran ladang disebut sebagai penyebab utama kabut di luar Bangkok. Tara Buakamsri dari organisasi advokasi lingkungan Greenpeace Thailand mengatakan situasi saat ini menunjukkan strategi pemerintah telah gagal.
"Mereka mungkin berpikir situasi ini hanya akan terjadi dalam beberapa hari atau pekan dan akan hilang, oleh karena itu pemerintah tidak meluncurkan langkah jangka panjang dan konkret," katanya.
Tara juga mengatakan tingkat aman PM 2,5 di angka 50 mikrogram per kubik selama lebih dari 24 jam juga masih terlalu tinggi. Ia mendesak akan level aman turunkan menjadi 35 mikrogram per kubik.
"Level itu tidak dapat melindungi kesehatan orang," kata Tara.