REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nama mantan Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin disebut ikut menerima suap bersama terpidana Romahurmuziy. Anggota Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh mengungkapkan dalam putusan, Lukman menerima uang sebesar Rp 70 juta terkait pencalonan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kakanwil Kemenag) Jawa Timur (Jatim) 2019.
Uang tersebut, suap terpisah kepada Romi yang menerima Rp 255 juta.
“Baik terdakwa (Romi) maupun Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menerima sejumlah uang dari Haris Hasanudin,” kata Hakim Rianto saat membacakan vonis untuk terdakwa Romi, di PN Tipikor Jakarta, Senin (20/1).
Dalam putusan tersebut, Majelis Hakim menghukum Romi dengan penjara selama dua tahun, dan pidana denda sebesar Rp 100 juta. Hukuman tersebut, terkait dengan suap dan gratifikasi dalam aksi haram jual beli jabatan Kakanwil Kemenag, Jatim 2019.
Adapun keterkaitan Lukman, terungkap dalam penjelasan praputusan Majelis Hakim tentang delik penyertaan. Dikatakan Hakim Rianto, Romi tak bekerja sendiri dalam menyempurnakan delik penyertaan korupsi. Kata dia, dari bukti-bukti yang terungkap selama persidangan Romi, Lukman juga terkait.
Dikatakan dia, Romi menerima uang Rp 255 juta, sedangkan Lukman menerima Rp 70. Uang tersebut, berasal dari sumber yang sama. Yakni Haris Hasanudin.
Pemberian uang oleh Haris kepada Lukman, terjadi dua kali. Yaitu, pada 1 Maret senilai Rp 50 juta, dan 9 Maret sebesar Rp 20 juta. Uang haram tersebut, kata Hakim Rianto diterima Lukman dari Haris lewat perantara ajudan pribadi, Heri Purwanto.
“Majelis Hakim berkesimpulan bahwa baik terdakwa (Romi), dan Lukman sebagai menteri agama mengetahui dan menghendaki dilakukannya perbuatan masing-masing dan menyadari tentang perbuatan tersebut. Sehingga mewujudkan sempurnanya delik,” kata Hakim Rianto.
Lebih lanjut Hakim Rianto menerangkan, peran Lukman pun aktif dalam proses ilegal yang menjadi basis perkara penerimaan suap. Haris, sebetulnya adalah Plt Kakanwil Kemenag Jatim 2018. Namun, ia menghendaki ambil bagian dalam proses seleksi Kakanwil Kemenag Jatim yang diselenggaran Kemenag pada 2019.
Dikatakan Hakim Rianto, Haris sebetulnya calon peserta seleksi yang sejak awal tak lolos berkas administratif. Itu karena menurut syarat dalam proses seleksi, mengharuskan peserta tak pernah menjalani hukuman pidana, pun adminsitratif sebagai aparatur sipil negara (ASN).
Akan tetapi, catatan Haris menunjukkan pada 2016, pernah mendapatkan sanski larangan kenaikan pangkat saat menjadi pegawai di Kanwil Kemenag Jatim. Status pernah mendapatkan sanksi tersebut, yang membuat Haris terancam tak lolos proses seleksi. Akan tetapi, Haris tetap menghendaki jabatan tersebut dengan jalur lobi dan suap. Hakim Rianto mengatakan, persidangan mengungkapkan Haris memberikan uang sebesar Rp 5 juta kepada Romi pada 6 Januari 2019.
Pemberian uang tersebut, untuk meminta Romi menyampaikan kepada Lukman tentang proses seleksi calon Kakanwil Kemenag Jatim, di Kemenag Jakarta. Romi pun dikatakan bersedia menyampaikan permintaan Haris tersebut kepada Lukman. Pada 30 Januari, Lukman memerintahkan staf ahlinya Gugus Waskito, untuk menanyakan kepada Romi terkait penentuan Kakanwil Sulawesi Barat (Sulbar) dan Jatim.
“Gusus Waskito juga menyampaikan kepada Haris, bahwa terdakwa (Romi) dan Lukman akan segera menentukan Kakanwil Jawa Timur,” terang Hakim Rianto. Pesan Lukman kepada Romi lewat perantara Gugus tersebut, pun berlanjut dengan permintaan Romi kepada Lukman secara langsung, agar tetap memutuskan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. “Romi menyampaikan kepada Lukman, agar tetap mengangkat Haris Hasanudin sebagai Kakanwil dengan segala risiko,” terang Hakim Rianto.
Arahan Romi tersebut, disetujui oleh Lukman. Pada 6 Februari, Haris kembali bertemu dengan Romi di Jakarta, untuk menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta. Saat pemberian tersebut, Romi pun menyampaikan kepada Haris, tentang keputusan Lukman yang sudah memastikan mengangkatnya sebagai Kakanwil Kemenag Jatim. Ungkapan Romi kepada Haris tersebut, pun dijalankan Lukman dengan meminta Panitia Seleksi (Pansel) Kakanwil Kemenang memasukkan nama Haris ke dalam daftar tiga teratas calon Kakanwil.
Pada 1 Maret, Lukman pun mengirimkan pesan WhatsApp kepada Pansel Kakanwil tentang 12 nama calon Kakanwil Kemenag di seluruh wilayah Indonesia yang akan dilantik olehnya. Dari 12 nama tersebut, pun ada nama Haris dalam daftar teratas untuk wilayah Jatim. Pada 4 Maret, Lukman melakukan pengangkatan Haris sebagai Kakanwil Kemenag. Sehari setelah itu, pada 5 Maret, Lukman pun melakukan pelantikan Haris sebagai Kakanwil Kemenag Jatim.
Sebelumnya, pada pertengahan tahun lalu, Lukman Hakim Saifuddin saat masih menjabat sebagai Menag membantah keras terkait penerimaan uang Rp 70 juta dari Haris Hasanudin yang ingin mendapatkan jabatan sebagai kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur. Menurut Lukman, dirinya sama sekali tidak pernah menerima uang yang disebut Haris tersebut.
Lukman pun mengaku terkejut dengan adanya berita yang bersumber dari hasil persidangan dakwaan yang dibacakan jaksa terhadap kasus terdakwa Haris tersebut. "Saya sungguh sama sekali tidak pernah menerima sebagaimana yang didakwakan itu. 70 juta rupiah dalam dua kali pemberian katanya menurut pemberian, 20 juta dan 50 juta. Saya tidak pernah mengetahui, apalagi menerima adanya hal seperti itu," ujar Lukman saat ditanya usai sidang itsbat di Auditorium HM Rasjidi, Kementerian Agama, Senin (3/6).
Lukman menegaskan, saat melakukan kunjungan kerja ke Surabaya pada 1 Maret 2019, dia tidak pernah menerima pemberian dalam bentuk apa pun dari Haris, apalagi pemberian berupa uang sejumlah Rp 50 juta.
"Saat itu juga tidak ada pertemuan khusus dengan Haris. Saya hanya ke ruang transit hotel bersama beberapa pegawai dari jajaran kanwil sekitar 10 menit sebelum acara dimulai. Dari situ langsung mengisi acara. Selesai acara, saya langsung meninggalkan hotel," ujar Lukman.
Lukman mengatakan, pada 9 Maret 2019 di Tebu Ireng Jombang, Haris memang memberikan uang sejumlah Rp 10 juta, bukan Rp 20 juta. Namun, kata dia, uang tersebut diberikan Haris kepada ajudannya, bukan kepada dirinya langsung.
Menurut Lukman, maksud dan tujuan Haris memberikan uang tersebut kepada ajudannya itu pun tidak jelas. Ketika hal itu ditanyakan oleh ajudannya, Haris hanya mengatakan bahwa uang itu sebagai honorarium tambahan.
Lukman pun kemudian memerintahkan kepada ajudannya untuk mengembalikan uang itu pada 9 Maret malam kepada Haris. Namun, menurut Lukman, ajudannya tidak pernah punya kesempatan bertemu dengan Haris yang tinggal di Surabaya, sehingga terjadilah OTT pada 15 Maret 2019.
"Akhirnya, uang tersebut dilaporkan ke KPK pada 26 Maret 2019. Pelaporan uang Rp 10 juta itu sebagai bentuk komitmen saya terhadap pencegahan tindak gratifikasi," kata Lukman.