REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Separuh dari jumlah kapal nelayan asal Kabupaten Indramayu selama ini melakukan aktivitas bongkar muatan hasil tangkapan ikan di luar daerah. Hal itu menyusul kondisi tempat pelabuhan ikan (TPI) di Kabupaten Indramayu yang memprihatinkan.
Berdasarkan data dari Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Kabupaten Indramayu, jumlah total kapal nelayan di Kabupaten Indramayu mencapai 6.074 buah. Kapal-kapal tersebut berukuran macam-macam, mulai dari > 0 – 5 GT sampai > 100 – 200 GT.
Dari jumlah tersebut, kapal yang berukuran antara 30 – 200 gross ton (GT) mencapai 368 buah. Kapal-kapal di rentang ukuran itulah yang banyak melakukan bongkar muatan di luar daerah Indramayu.
‘’(Jumlah kapal nelayan Indramayu yang bongkar muatan di Indramayu dan luar Indramayu) perbandingannya fifty-fifty,’’ ujar Kepala Diskanla Kabupaten Indramayu, AR Hakim, Senin (20/1).
Hakim mengatakan, kondisi tersebut sebenarnya merugikan Pemkab Indramayu. Sebab, Pemkab Indramayu jadi kehilangan banyak potensi pendapatan asli daerah (PAD) perikanan.
Namun, Hakim mengakui, kondisi maupun sarana prasarana TPI di Kabupaten Indramayu saat ini memprihatinkan. TPI yang ada tidak bisa menampung hasil tangkapan ikan yang diperoleh seluruh kapal asal Indramayu.
Hakim mencontohkan, kondisi memprihatinkan di antaranya terlihat di TPI Karangsong. Padahal, TPI tersebut merupakan sentra perikanan terbesar di Kabupaten Indramayu. Di kawasan itupula, kapal-kapal besar berukuran lebih dari 50 GT berasal.
Hakim menyebutkan, salah satu keterbatasan sarana yang ada di TPI Karangsong adalah minimnya cold storage. Saat ini, cold storage yang ada hanya bisa menampung 160 ton hasil tangkapan ikan nelayan.
Padahal, lanjut Hakim, dari satu kapal besar di Karangsong, rata-rata bisa membawa pulang hasil tangkapan ikan di kisaran 200 ton. Sedangkan di Karangsong, jumlah kapal besarnya mencapai ratusan unit.
Kondisi tersebut, membuat antrean bongkar muatan di TPI Karangsong bisa memakan waktu hingga tiga minggu. Kondisi itulah yang akhirnya membuat banyak kapal asal Karangsong memilih bongkar muatan di luar Indramayu, seperti di Muara Angke Jakarta maupun di lokasi lainnya.
‘’Saat mengantri itu, mesin kapal harus tetap menyala agar ikan tidak busuk. Hal ini membuat mereka jadi rugi,’’ kata Hakim.
Selain itu, lamanya antrian bongkar muatan juga membuat waktu keberangkatan kembali kapal-kapal itu menjadi tertunda. Hal tersebut otomatis berdampak pada penghasilan para pemilik kapal maupun nahkoda dan anak buah kapal (ABK).
''Kalau semua kapal pulang ke Karangsong, muara yang ada juga tidak bisa menampung seluruhnya,'' terang Hakim.
Hakim menyatakan, untuk mengatasi hal itu, pihaknya sudah membuat cetak biru (master plan) pengembangan kawasan Karangsong sejak 2016. Namun, besarnya anggaran menjadi kendala untuk merealisasikannya.
‘’Tidak hanya pemda, dibutuhkan pula peran serta pemprov dan pemerintah pusat,’’ tutur Hakim.
Dalam cetak biru itu, di Karangsong rencananya akan dilengkapi dengan berbagai sarana, di antaranya unit pengolahan ikan (UPI), kolam labuh, docking dan galangan kapal. Selain itu, juga dilengkapi dengan TPI higienis beserta kelengkapan instalasi pengolahan air limbah (IPAL)-nya, dan kampung nelayan modern (KNM).
Selain itu, cold storage juga diupayakan akan ditambah kapasitasnya menjadi 1.000 ton. Pengembangan Karangsong rencananya juga akan dilengkapi dengan wisata.
Terpisah, Plt Bupati Indramayu, Taufik Hidayat, pihaknya terus berupaya agar kapal-kapal asal Indramayu bisa seluruh bongkar muatan kapal di Kabupaten Indramayu. Salah satu upayanya dengan pengembangan kawasan Karangsong.
‘’Kami sangat berupaya untuk mengembalikan (bongkar muatan kapal nelayan Indramayu) ke Indramayu,’’ ucap Taufik.