Rabu 22 Jan 2020 13:29 WIB

Pemerintah Lebak Fokuskan Pembangunan Irigasi Pertanian

Sejumlah irigasi dan lahan pertanian petani Lebak hancur diterjang banjir dan longsor

Warga melintas di areal persawahan yang rusak diterjang banjir bandang di Kampung Susukan, Lebak, Banten, Selasa (14/1). Pemerintah Lebak memfokuskan perbaikan irigasi dan kerusakan areal persawahan pascabanjir menerjang daerah itu.
Foto: ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas
Warga melintas di areal persawahan yang rusak diterjang banjir bandang di Kampung Susukan, Lebak, Banten, Selasa (14/1). Pemerintah Lebak memfokuskan perbaikan irigasi dan kerusakan areal persawahan pascabanjir menerjang daerah itu.

REPUBLIKA.CO.ID, LEBAK -- Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, memfokuskan penanganan pembangunan jaringan irigasi dan kerusakan areal persawahan pascabanjir menerjang daerah itu. Areal pertanian yang terdampak bencana banjir bandang dan longsor tersebar di enam kecamatan.

"Kami memfokuskan penanganan pembangunan jaringan irigasi dan kerusakan areal persawahan agar petani kembali bisa mengembangkan pertanian pangan, hortikultura dan palawija," kata Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Lebak Dede Supriatna di Lebak, Rabu (22/1).

Baca Juga

Hingga saat ini, petani Kabupaten Lebak yang selama 21 hari terakhir terdampak bencana banjir dan longsor belum kembali bekerja. Sebagian besar masih tinggal di posko pengungsian karena masih terdapat lokasi terisolasi.

Enam kecamatan yang terdampak bencana ialah Kecamatan Lebak Gedong, Sajira, Cipanas, Maja, Cimarga, dan Curugbitung. Kebanyakan tanaman milik petani yang mengalami kerusakan berada di tepi Sungai Ciberang, bahkan areal persawahan dipenuhi bebatuan.

Pihaknya memperkirakan petani mengalami kerugian sekitar Rp 8 miliar dengan estimasi atas kerusakan lahan pertanian juga sarana dan prasarana pertanian. Di samping itu juga jalan ke areal pertanian pun rusak berat, termasuk benih padi hanyut.

"Kami berharap kerugian petani itu dapat bantuan untuk melaksanakan gerakan percepatan tanam guna mendukung swasembada pangan," katanya.

Menurut dia, bencana banjir bandang dan longsor berdampak pada petani yang tidak bisa kembali melaksanakan percepatan tanam, meski curah hujan di daerah itu cenderung tinggi. Sebab, katanya, petani belum berani kembali ke permukiman karena rumah miliknya rusak berat bahkan hanyut. Selain itu juga kondisi lahan pertanian dipenuhi lumpur dan tanaman mati.

Saat ini, petani menganggur dan tinggal di posko pengungsian sambil menunggu kepastian pemerintah untuk melakukan relokasi. "Kami dalam waktu dekat akan melaksanakan gerakan penghijauan di lokasi-lokasi rawan bencana maupun lahan konservasi," katanya.

Ia mengatakan, gerakan penghijauan itu dikembangkan tanaman perkebunan kopi sehubungan permintaan pasar cenderung meningkat. Penghijauan itu juga mengembangkan tanaman buah-buahan, jengkol, coklat dan cengkih.

Apabila kawasan lahan konservasi itu hijau, katanya, tentu dapat meningkatkan pendapatan ekonomi petani juga mampu mencegah bencana alam. "Kami mengutamakan perbaikan sarana pertanian juga melakukan penghijauan pasca-bencana banjir bandang dan longsor," kata Dede Supriatna.

Nanang, petugas Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pertanian Kecamatan Cipanas, Kabupaten Lebak, mengatakan semua areal persawahan yang rusak berat di wilayahnya itu berubah fungsi menjadi aliran sungai akibat banjir bandang dan dipenuhi material bebatuan lumpur. Areal sawah itu seluas 245 hektare di delapan desa itu antara lain Desa Haur Gajrug seluas 47 hektare, Bintangsari 35 hektare, Bintangresmi 40 hektare, Cipanas 28 hektare, Luhurjaya 35 hektare, Sipayung 20 hektare, Talagahiang 10 hektare dan Sukasari 30 hektare.

"Areal persawahan yang rusak itu lokasinya berada di tepi bantaran Sungai Ciberang dan berubah fungsi menjadi hamparan aliran sungai," kata Nanang.

Sejumlah petani di Desa Calungbungur Kecamatan Sajira, Kabupaten Lebak, mengaku bingung karena areal persawahan tertimpa lumpur setinggi satu meter sehingga tidak bisa ditanami padi. Kerugian akibat terdampak banjir bandang dan longsor itu sekitar Rp 6 juta.

"Kami harus bagaimana untuk merehabilitasi areal sawah yang sudah dipenuhi lumpur dan bebatuan itu agar bisa ditanami,” kata Yaya, seorang petani warga Desa Calungbungur Kecamatan Sajira.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement