Oleh Muhammad Daud, Aktivis lembaga Kajian Naskah Melayu dan mahasiswa Pascasarjana UIN jakarta Konsentrasi Filologi
Pada abad ke-19 M adalah masa kejayaan kaum terpelajar dari nusantara di Haramain (Makkah-Madinah). Bayangkan saja, Kiai Nawawi yang berasal dari Banten menduduki posisi sebagai Penghulu ulama Haramain (Sayyid Ulama’ Hijaz).
Di samping itu, Kiai Ahmad Khatib yang berasal dari Minangkabau di daulat oleh penguasa hijaz menjadi Imam Masjidil Haram sekaligus Mufti dari mazhab syafi’i. Namun, tahukah Anda ada peran srikandi nusantara yang senantiasa membimbing mereka terutama di bidang hadis?
Srikandi nusantara itu bernama Fatimah binti Abdul Shamad yang berasal dari kota Palembang, Sumatra Selatan. Menurut cerita tutur Palembang, putri Syekh Abdul Shamad ini ketika lahir diberi nama Ruqoyyah. Namun, suatu hari Ruqoyyah mengalami mati suri sehingga digantilah (istilah di Palembang: keberatan dinamo) dengan nama Fatimah.
Tercatat dalam kitab al-‘iqd al-Farid fi jawahir al-asanid karya Syekh Yasin Isa Al-fadani. Syekh yasin Al-Fadani mendokumentasikan salah satu sanad hadis Shahih Al-Bukhari dari jalur ulama nusantara. Ia meriwayatkan hadis shahih Bukhari dari gurunya Syekh Abdul Karim bin Ahmad Khatib dari gurunya Syekh Ahmad khatib bin Abdul Latif Khatib dari gurunya Syekh Nawawi bin umar Al-Bantani dari gurunya Syaikhah Fatimah binti Abd shamad Al-Falimbani dari gurunya Syekh Abdul Shamad Al-Falimbani dari gurunya Syekh Aqib bin Hasanuddin Al-Falimbani dari gurunya (pamannya) Syekh Tayyib bin Jakfar Al-Falimbani dari gurunya Syekh Jakfar bin badruddin Al-Falimbani.
Setelah itu barulah sanad haditsnya bersambung dengan ulama-ulama timur tengah hingga sampai ke Imam al-bukhari (lihat : al-‘iqd al-Farid fi jawahir al-asanid). Dalam makalah yang berjudul : Peran perempuan dalam melestarikan kitab shahih bukhari dan shahih Muslim dari abad ke-4 sampai 14 H. Ditulis oleh Shafiyya Idris Fallati dari Universitas Jordan. Ia menemukan dalam risetnya bahwa ada tiga ulama hadits diabad ke-14 H/19 M.
Pertama Syaikhah Ummatullah Al-dahlawi dari India, kedua Syaikhah Fatimah binti Abd Shamad berasal dari Palembang-Indonesia dan ketiga, Syaikhah Fatimah bin Ya’qub berasal dari Makkah. Kemasyhuran Fatimah Al-Falimbani di tanah suci, tapi riwayat hidupnya masih misteri.
Belum ada data yang ditemukan berkaitan dengan rekam jejak sang srikandi hadis ini. hanya saja Habib Salim bin Jindan pernah berkunjung ke Palembang tahun 1950-an. Ia melihat ada kitab karya Syaikhah Fatimah berjudul Al-Faharis al-Qa’imah Fi stabat Sitti Fatimah. Namun, sangat disayangkan hingga hari ini keberadaan kitab tersebut belum ditemukan.
Perlu pula diketahui di kalangan keturunan warga Palembang yang di Makkah, memang ada nama Fatimah yang disebut-sebut sebagai orang yang punya tanah di kawasan Masjidil Haram. Sosok anak keturunan tersebut dicari-cari Pemerintah Arab Saudi terkait soal ganti rugi tanah tersebut yang kini menjadi area Masjidil Haram yang sudah dilebarkan. Kabarnya bidang tanah itu berada di pelataran masjid tersebut.
Seorang warga Arab Saudi yang merupakan keturunan Palembang di Makkah, Khudri, mengisahkan ahli waris Fatimah itu akan mendapat uang ganti rugi yang sangat besar. Sayangnya setelah dicari-cari sosok Fatimah menjadi misteri. Ini karena dia tak punya keturunan.
"Jadi, sosok Fatimah asal Palembang yang punya sebidang tanah di Masjidil Haram sampai kini masih misteri. Siapa dia?" katanya ketika berbincang di kawasan Misfalah, Makkah, pada suatu waktu.