REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhyiddin Junaidi menegaskan umat Islam menolak tawaran Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump membagi dua Yerusalem di Tepi Barat, Palestina. Sebelumnya Trump menyatakan Kota Yerusalem akan menjadi ibu kota Israel, sedangkan Yerusalem Timur akan dikelola oleh Palestina.
"Umat Islam tetap dalam posisi tidak akan menerima tawaran damai versi Presiden Donald Trump dan itu sebagai pintu masuk untuk meyahudinasikan semua wilayah Tepi Barat," kata KH Muhyiddin kepada Republika.co.id, Selasa (4/2) malam.
Ia mengatakan, bila tawaran damai Presiden Trump diikuti. Nantinya wilayah Tepi Barat akan diambil alih oleh Israel. Oleh karena itu, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Presiden Palestina Mahmoud Abbas menolak tawaran damai versi Trump.
Namun, KH Muhyiddin menyampaikan, ada beberapa negara Arab yang memberi nuansa dukungan kepada Israel. Dia sangat menyayangkan sikap mendua beberapa negara Arab. Karena akan melemahkan perjuangan bangsa Palestina untuk meraih kemerdekaan.
Ia menegaskan, wacana membagi dua Yerusalem juga sudah ditolak oleh OKI dalam rapat beberapa hari yang lalu. Selain itu, pada pertemuan di Oslo pada 2015 dinyatakan Yerusalem sebagai Ibu Kota Palestina yang tidak boleh dibagi-bagi.
"Tapi Presiden Trump sebagai boneka Israel, dia juga sedang tertekan di dalam negerinya maka Trump membuat kebijakan yang sangat merusak nama Amerika dan melanggar semua kesepakatan yang sudah ditandatangani," ujarnya.
Menurutnya, pernyataan Presiden Trump terkait Yerusalem untuk mengalihkan isu agar tidak ketahuan dia sedang tertekan di dalam negerinya. Jadi umat Islam jangan terbuai dengan permainan Trump. Di samping itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sedang menghadapi masalah karena ingin menang dalam pemilu yang akan datang.
KH Muhyiddin menegaskan, tidak bisa menerima usulan Presiden Tramp karena sangat tidak adil. Bayangkan orang Palestina yang tinggal di bagian lain di Tepi Barat kalau mau masuk ke Yerusalem harus mendapat izin dari Israel.
"Kalau tidak memiliki izin maka mereka (orang Palestina) tidak boleh masuk Yerusalem, ini tindakan yang tidak masuk akal dan diskriminatif," ujarnya.