REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) semakin serius memacu produktivitas industri manufaktur dalam negeri. Tujuannya agar mampu memenuhi permintaan domestik hingga mengisi pasar ekspor.
Maka implementasi kebijakan strategis dinilai perlu segera diakselerasi. Di antaranya yang terkait ketersediaan bahan baku dan pasokan energi.
“Terjaganya kebutuhan bahan baku dan energi bagi sektor industri, tentu membawa dampak positif bagi keberlangsungan produksi mereka. Apalagi, bisa didukung dengan harga kompetitif, seperti gas industri,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita lewat siaran pers yang diterima pada Rabu, (5/2).
Indonesia memiliki potensi pasar sangat besar, sehingga bisa memberikan peluang bagi pengembangan bisnis sektor industri manufaktur. Terlebih lagi ditopang dengan kebijakan Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN).
Demi memperluas pasar ekspor sektor industri, pemerintah terus mempercepat penyelesaian perjanjian kerja sama komprehensif dengan sejumlah negara potensial. “Kami juga mendorong agar bisa menembus ke pasar-pasar nontradisional seperti ke Asia Pasifik, Timur Tengah dan, Afrika,” jelas Agus.
Langkah lainnya yang perlu dipacu guna mendongkrak kapasitas dan daya saing industri, kata dia, di antaranya melalui peningkatan investasi, penguatan struktur manufaktur dari hulu sampai hilir, pemanfaatan teknologi terkini, mengintegrasikan rantai pasok, dan kelancaran arus logistik. Pemerintah pun telah siap memfasilitasi pemberian insentif fiskal dan nonfiskal.
Agus optimistis industri manufaktur di Indonesia bakal terus menunjukkan kinerja positif. Ini seiring tekad pemerintah menciptakan iklim usaha yang kondusif dan penerapan program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang (IBS) pada 2019 mencapai 4,01 persen dibandingkan 2018. Lonjakan tersebut, terutama disebabkan oleh meningkatnya produksi industri pencetakan dan reproduksi media rekaman, sebesar 19,58 persen.
Kontribusi terbesar terhadap total produksi IBS selama 2019, disumbangkan oleh industri makanan, yang mencapai 23,57 persen. Kemudian diikuti share kelompok industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, yang berada di angka 10,54 persen.
Selanjutnya pertumbuhan produksi industri manufaktur skala besar dan sedang pada kuartal IV 2019 juga naik mencapai 3,62 persen year on year (yoy) dibandingkan pada periode sama 2018. Kenaikan tersebut, terutama didukung oleh meningkatnya produksi industri farmasi, produk obat kimia dan obat tradisional, sebesar 18,58 persen.
Pertumbuhan produksi industri manufaktur mikro dan kecil (IMK) pada 2019, juga cukup positif. Kenaikannya menyentuh angka 5,8 persen terhadap tahun sebelumnya. Kenaikan terbesar di sektor IMK terjadi pada industri komputer, barang elektronika dan optik, yakni 22,03 persen. Kemudian, industri percetakan dan reproduksi media rekaman yang naik 18,76 persen, serta industri minuman yang naik hingga 8,57 persen.
Sementara fari sisi kontribusi, sektor yang menyumbang nilai tertinggi terhadap total produksi IMK, yakni industri makanan sebesar 20,44 persen. Berikutnya disusul oleh kelompok industri barang galian bukan logam, kontribusinya sebesar 10,57 persen.