Senin 10 Feb 2020 19:14 WIB

Netanyahu: Israel tak Wajib Akui Negara Palestina

Netanyahu mengatakan, AS tidak akan minta Israel akui negara Palestina.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Netanyahu menyebut AS tidak akan meminta Israel mengakui negara Palestina dalam rencana perdamaian TImur Tengah yang disusun Trump.
Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana perdamaian Timur Tengah bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih. Netanyahu menyebut AS tidak akan meminta Israel mengakui negara Palestina dalam rencana perdamaian TImur Tengah yang disusun Trump.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan Amerika Serikat (AS) tidak akan meminta Israel untuk mengakui negara Palestina. Pernyataannya berkaitan dengan rencana perdamaian Timur Tengah yang disusun Presiden Donald Trump.

"Kami tidak berkewajiban untuk mengambil keputusan pemerintah untuk menyetujui negara Palestina. Orang Amerika tidak akan meminta hal ini," ujar Netanyahu dalam pertemuan kabinet pada Ahad (9/2), dikutip laman Middle East Monitor.

Baca Juga

Beberapa anggota parlemen Israel (Knesset), termasuk dari partai Netanyahu, yakni Likud Party, turut hadir dalam pertemuan kabinet tersebut. Sejalan dengan Netanyahu, mereka menolak mengakui eksistensi negara Palestina.

Netanyahu telah mempresentasikan peta wilayah Israel sesuai dengan rencana perdamaian Trump. Dalam peta itu, Israel mencaplok semua permukiman ilegal yang telah dibangunnya di Tepi Barat.

"Kami sudah dalam proses pemetaan wilayah yang menurut rencana Trump akan menjadi bagian dari negara Israel. Ini tidak akan memakan banyak waktu dan kami akan menyelesaikan hal ini," ujar Netanyahu.

Namun, Duta Besar AS untuk Israel David Friedman mengkritik rencana pencaplokan sepihak Israel. Menurutnya, hal itu membahayakan dukungan yang telah diberikan AS kepada Israel.

Friedman mengatakan, rencana perdamaian yang dirilis pada 28 Januari lalu adalah hasil dari konsultasi erat yang dilakukan Trump, Netanyahu, dan staf senior masing-masing. "Israel tunduk pada penyelesaian proses pemetaan oleh komite bersama Israel-Amerika. Setiap tindakan sepihak sebelum penyelesaian proses komite membahayakan pengakuan rencana dan Amerika," kata Friedman melalui akun Twitter pribadinya pada Ahad.

Menurut Friedman, proses tersebut tidak akan selesai sebelum pemilu Israel yang dijadwalkan digelar pada 2 Maret mendatang. Rencana perdamaian buatan Trump telah menuai banyak kritik dan protes. Dia dinilai memprioritaskan dan membela kepentingan politik Israel.

Dalam rencana perdamaiannya, Trump menyatakan Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel yang tak terbagi. Trump sebenarnya mengetahui Palestina menghendaki Yerusalem Timur menjadi ibu kota masa depan negaranya. Palestina berulang kali menyatakan hal itu tak dapat ditawar, termasuk dengan solusi atau bantuan ekonomi sekalipun.

Sebagai pengganti Yerusalem Timur, Trump mengusulkan Abu Dis untuk menjadi Ibu Kota Palestina. Tak hanya itu, Trump pun mengakui kekuasaan atau pendudukan Israel atas sebagian Tepi Barat dan Lembah Yordan.

Palestina, Liga Arab, Organisasi Kerja Sama Islam (OKI), Uni Afrika, dan Uni Eropa telah mengkritik serta mengecam rencana perdamaian Trump. Mereka menilai rencana tersebut melanggar hukum serta resolusi internasional terkait konflik Israel-Palestina.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement