REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tahun ini, PT. Adaro Energy akan memproduksi batu bara berkisar 54 juta ton hingga 58 juta ton batu bara. Presiden Direktur Adaro Energy, Garibaldi Thohir menjelaskan perusahaan akan menjaga produksi perusahaan untuk menjaga keberlangsungan tambang juga untuk memenuhi permintaan pasar.
Pada tahun ini, perusahaan juga menargetkan EBITDA operasional mencapai 1,2 miliar dolar AS. Namun, untuk bisa menopang produksi perusahaan akan menggelontorkan belanja modal sebesar 300 juta dolar AS sampai 400 juta dolar AS pada tahun ini.
"Tahun ini perusahaan menjaga produksi dan juga mentargetkan EBITDA operasional tetap positif," ujar Garibaldi, Selasa (18/2).
Sedangkan pada 2019 kemarin perusahaan mencatatkan kenaikan produksi batu bara. Perusahaan memproduksi sebesar 58,03 juta ton naik tujuh persen dibandingkan produksi pada 2018.
Kenaikan produksi ini kemudian mendukung perusahaan untuk bisa menambah volume penjualan pada 2019 kemarin. Tercatat, pada 2019 kemarin total volume produksi perusahaan mencapai 59,18 juta ton atau naik sembilan persen dibandingkan 2018.
"Para pelanggan terus mencari Envirocoal karena mereka mengakui dan menghargai kandungan polutannya yang rendah serta keandalan suplai AE. Penjualan ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia, meliputi 42 persen dari total volume penjualan tahun 2019," ujar Garibaldi.
Meski dalam kondisi yang tertekan, perusahaan meyakini bahwa ke depan proyeksi harga dan kondisi pasar masih menjanjikan. Secara jangka panjang, katanya masih banyak pasar khususnya di Asia Tenggara dan Selatan yang terus meningkatkan sektor ketenagalistrikannya.
"Perusahaan tetap yakin dengan fundamental jangka panjang pasar batu bara, yang mendapat dukungan dari wilayah Asia Tenggara dan Selatan seiring upaya mereka mengejar pembangunan ekonomi dan meningkatkan sektor ketenagalistrikan," ujar Garibaldi.