Rabu 12 Mar 2025 16:18 WIB

Soal Rencana Bangun Kilang Jumbo dan Proyek DME, CELIOS: Fosil Tetap Jadi Prioritas

Ada beberapa kelebihan energi fosil dibandingkan energi terbarukan.

Rep: Frederikus Dominggus Bata/ Red: Friska Yolandha
Sejumlah kapal tongkang memuat batu bara melakukan lego jangkar di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (18/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 sebesar 21,45 miliar dolar AS atau turun 8,56 persen dibandingkan Desember 2024 (month to month) yang disebabkan oleh penurunan nilai ekspor nonmigas terutama pada komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta bijih logam terak dan abu.
Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Sejumlah kapal tongkang memuat batu bara melakukan lego jangkar di Sungai Mahakam, Samarinda, Kalimantan Timur, Selasa (18/2/2025). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Januari 2025 sebesar 21,45 miliar dolar AS atau turun 8,56 persen dibandingkan Desember 2024 (month to month) yang disebabkan oleh penurunan nilai ekspor nonmigas terutama pada komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewan nabati, serta bijih logam terak dan abu.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah berencana membangun fasilitas pengolahan minyak (refinery) berkapasitas 1 juta barel per hari dan mendorong pengembangan proyek Dimethyl Ether (DME). Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Media Wahyudi Askar menilai situasi tersebut menunjukkan energi fosil tetap mendapat perhatian utama.

Ia menjelaskan alasan pernyataannya di atas. "Sepertinya fosil tetap jadi prioritas, Soal kenapanya, kita tahu pak Prabowo beberapa kali blunder di pidato kenegaraannya yang menyebutkan ketidakberpihakanya terhadap energi terbarukan," kata Wahyu kepada Republika.co.id, Rabu (12/3/2025).

Baca Juga

Dalam konteks menjaga ketahanan energi, menurutnya pemerintah saat ini lebih cenderung berpikir jangka pendek. Sehingga masih bergantung pada energi fosil seperti minyak, juga batu bara. 

"Pemerintah melihat ini menjadi jalan signifikan untuk mempertahankan penerimaan negara, termasuk juga mendorong Kemandirian Pangan, dalam jangka pendek," ujar Wahyu.

Jika terus mengarahkan fokus pada energi fosil, ia khawatir negara ini kehilangan momentum untuk menciptakan konversi yang lebih sustainable menuju energi terbarukan. Itu juga yang dikhawatirkan oleh banyak pihak. 

Wahyu memahami, ada juga beberapa kelebihan fosil dibanding EBT saat ini. Itu antara lain dari stabilitas pasokannya. Kemudian yang paling sering dibahas adalah mengenai pendanaan.

"EBT kita tahu, lumayan ya (mahal) untuk financing-nya. Meskipun semakin lama akan semakin murah, tergantung dari struktur perencaan ekonomi EBT itu, dan faktor teknologi yang kita miliki," kata Direktur Kebijakan Publik CELIOS ini.

Kelebihan fosil lainnya, lanjut Wahyu, infrastrukturnya sudah ada.  Namun perlu diketahui, jika bicara EBT, ini tentang perencanaan jangka panjang. Apalagi ada target menuju Indonesia 2045 yang bebas energi fosil dan lebih ramah lingkungan.

"Ini yang sebetulnya menjadi catatan, karena pemerintah ga bisa terus menerus bergantung pada energi fosil, karena batubara kita pasti akan declining produksinya."

Wahyu menilai pengembangan EBT membutuhkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Jika melihat skema politik saat ini, cenderung sebaliknya. Saat mencalonkan diri menjadi Presiden, menurutnya Prabowo didukung oleh sejumlah pengusaha yang bergerak di bidang industri ekstraktif. 

"Setelah Prabowo terpilih, tentu ada janji-janji politik yang harus dipenuhi untuk pengusaha-pengusaha tersebut, terutama terkait dengan insentif di sektor-sektor ekstraktif," ujarnya.

Jika skenario di atas masif terjadi, akan menghambat investasi ke transisi energi. Oleh karena itu, Wahyu mendorong pemerintah agar mengeluarkan kebijakan yang  lebih adil dan seimbang. Ini demi memastikan EBT tetap berkembang.

"Jadi subsidi energi-energi terbarukan, seperti tenaga surya, termasuk juga kendaraan umum dari energi listrik, termasuk  juga beberapa investasi dari EBT lainnya, tetap harus dilakukan," kata Direktur Kebijakan Publik CELIOS ini.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement