REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Lembaga Swadaya Masyarakat MER-C memberikan perhatian khusus pada kondisi kesehatan masyarakat Papua dan Papua Barat. Berjalan sejak 2006, kini MER-C ingin meluncurkan layanan kesehatan baru di pulau timur Indonesia ini.
Ketua Presidium MER-C, dr Sarbini Abdul Murad, menyebut MER-C tidak hanya memberikan perhatian pada masyarakat Gaza dan Rohingya. Di Indonesia, lembaga ini juga memiliki banyak program kesehatan, termasuk di Papua.
"MER-C selalu bersama Papua. Kita sudah 14 tahun menjalankan program kesehatan di sana. Yang kita tangani tidak hanya satu wilayah," ujar dr Sarbini saat berkunjung ke kantor Republika di Pejaten, Jakarta, Rabu (19/2).
Koordinator MER-C Wilayah Papua dan Papua Barat, dr Zackya Yahya Setiawan, SpOk menyebut Program Kesehatan MER-C Papua dan Papua Barat ini berjalan pertama kali pada Februari 2006. Saat itu, klinik pertama kali dibuka dan diresmikan di wilayah Timika.
Pemilihan wilayah Timika dinilai strategis karena menjadi lokasi Freeport. Meski membuka klinik kesehatan, fokus utama program ini adalah sistemnya yang mobile atau jemput bola ke pemukiman-pemukiman warga. Menggunakan kendaraan bermotor roda dua, dokter-dokter MER-C bergerak mendekati masyarakat yang berada di pedalaman.
"Program ini mobile clinic kita bergerak ke satuan pemukiman. Sistemnya sustainable dan sembari memberikan edukasi seputar kesehatan," ujar dr Zackya.
Dua tahun kemudian, klinik kesehatan ini merambah daerah barat, yakni Kabupaten Sorong. Di sana, MER-C juga melakukan sistem jemput bola ke beberapa daerah termasuk pulau-pulau yang berdekatan dengan Laut Filipina.
Bekerja sama dengan BAZNAS, MER-C juga membuka layanan sunat gratis untuk anak-anak dan balita di Papua. Layanan ini diberikan untuk meringankan beban biaya mereka.
Selain bekerja sama dengan lembaga kemanusiaan lainnya, MER-C juga menjalin hubungan dengan dinas kesehatan setempat. Di Papua, memang tersedia obat-obatan dan klinik untuk memeriksakan kondisi kesehatan masyarakat. Namun yang menjadi kendala adalah jarak dan kurangnya tenaga medis.
dr Zackya menyebut jika masyarakat Papua Barat ingin menyunat anak mereka, harus menempuh perjalanan dahulu ke Sorong dan memakan biaya 300ribu rupiah. Selain itu, mereka harus mengeluarkan uang sebesar 2,5juta untuk biaya medisnya.
Selain mendatangi rumah-rumah warga, tim kesehatan MER-C juga berkunjung ke panti asuhan yang ada di sana. Beberapa agenda kemanusiaan seperti berbagi daging kurban maupun hadiah Ramadhan juga dilakukan untuk membahagiakan warga Papua.
Karena alasan keselamatan, klinik di Papua terpaksa ditutup sementara. Penutupan ini sudah berlangsung selama dua tahun. Meski begitu, layanan kesehatan di Papua Barat tetap berlangsung.
dr Zackya menegaskan jika MER-C tidak akan meninggalkan Papua dan Papua Barat. "Papua tidak boleh kita tinggalkan. Harus kita jaga," ujarnya.
Yang paling baru, MER-C ingin membuat program baru yakni pelayanan kesehatan gratis bagi 11 ribu warga Papua Barat. Mereka akan dikontrol kesehatannya secara rutin oleh tim, sembari dapat mendatangi klinik kesehatan secara langsung untuk tindakan medis lainnya.
Program ini disebut sudah tertunda selama dua tahun karena keterbatasan dana. Untuk menjalankan program ini, dr Zackya menyebut harus merekrut dua dokter dan dua perawat lainnya.
Saat ini, di Papua Barat tersedia tiga dokter dan tiga perawat. Untuk mendukung program kesehatan gratis bagi 11 ribu masyarakat di Papua Barat ini, disebut juga dibutuhkan kendaraan bermotor baru, bahkan ambulans.