REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) bersama dengan organisasi kemanusiaan lainnya tetap menyediakan layanan medis untuk menolong rakyat Palestina di Jalur Gaza. Seperti diketahui, tentara Israel (IDF) masih menggempur sejumlah titik di wilayah tersebut.
Akibatnya, jutaan penduduk sipil menderita di Jalur Gaza. Banyak korban jiwa berguguran dari kalangan perempuan, ibu, anak-anak dan bayi dalam genosida yang dilakukan entitas zionis tersebut.
Menurut relawan MER-C Marissa Noriti, sistem jejaring rumah sakit yang masih beroperasi di Jalur Gaza berhasil dipertahankan di tengah keterbatasan. Hal itu antara lain terwujud melalui kerja keras Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM) kemanusiaan.
“Kami memiliki sistem rujukan yang bagus yang dikoordinasikan oleh WHO. Jadi, itu juga mendukung pelayanan pasien sehingga mereka yang tak tertangani di satu RS bisa dirujuk ke RS lapangan yang didukung LSM asing,” ujar Marissa, yang menyampaikan pernyataannya via saluran video langsung dari Gaza Utara kepada kantor berita Antara di Jakarta, Senin (12/8/2024).
Relawan yang berperan sebagai staf penghubung tim MER-C dengan badan-badan lain itu menjelaskan, RS Indonesia kini menjadi rumah sakit rujukan utama di Gaza bagian utara. Adapun rumah-rumah sakit lapangan belum tersedia di kawasan itu.
Meski demikian, RS Indonesia tetap bekerja sama dengan rumah-rumah sakit lain di Gaza, semisal RS Al Ahli Arab di Gaza City. Hal itu dilakukan untuk tetap menjaga ketersediaan pelayanan medis bagi warga Palestina.
Marissa mencontohkan, RS Indonesia tak memiliki perangkat CT-scan yang beroperasi. Karena itu, pasien yang membutuhkan pemeriksaan tersebut akan dikirim ke RS Al Ahli Arab, yang masih memiliki alatnya. “Kemudian, operasinya baru dilanjutkan di RS Indonesia,” ucap dia, menambahkan.
Eratnya solidaritas antara organisasi kemanusiaan yang bertugas di Gaza amat membantu meringankan beban personel kesehatan. Relawan MER-C yang bekerja di RS Indonesia Gaza pun terbantu dengan kolaborasi tersebut.
Berdasarkan pengamatannya, lanjut Marissa, rakyat Palestina di Jalur Gaza sangat tangguh di tengah bombardir dan serangan Israel yang mereka hadapi sehari-hari. Ketangguhan ini juga terlihat saat tersiar kabar syahidnya Ismail Haniyeh, pemimpin politik organisasi perjuangan Palestina Hamas. Tokoh tersebut gugur akibat dibunuh operasi intelejen dan militer Israel yang menyerangnya dengan roket di Iran pada 31 Juli 2024.
“Bisa dibilang, ketangguhan warga Gaza itu sangat bagus. Walaupun sempat jatuh, mereka akan cepat pulih meski di tengah keterbatasan,” kata dia.