Rabu 19 Feb 2020 17:09 WIB

Tak Ada Moratorium, Revitalisasi TIM Tetap Jalan

Jakpro menegaskan tidak melakukan komersialisasi TIM seperti diasumsikan selama ini.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Agus Yulianto
Pekerja membongkar gedung menggunakan alat berat di lokasi proyek revitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta, Jumat (7/2).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Pekerja membongkar gedung menggunakan alat berat di lokasi proyek revitalisasi kawasan Taman Ismail Marzuki (TIM) di Jakarta, Jumat (7/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Jakarta Propertindo (Jakpro) menegaskan, tidak ada penghentian pengerjaan proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) seperti yang sempat diusulkan. Proyek revitalisasi tetap berjalan, bahkan progres pengerjaan sudah mencapai 15 persen.

"Nggak ada, tetap lanjut dan kini progres sudah berjalan 15 persen," kata Direktur Operasional Jakarta Propertindo (Jakpro), Muhammad Taufiqurrachman kepada wartawan dalam acara Media Lunch Grand Ballrom Kempinsky, Rabu (19/2).

Dia mengatakan, kondisi bangunan di area TIM memang sudah sangat memprihatinkan dengan plafon yang sudah rusak di ruang penyimpanan hasil seni lukis. Padahal, karya seni lukis yang disimpan di ruang itu sangat mahal, dan memiliki sejarah sendiri.

"Kalau kondisi ini dibiarkan, lukisan itu ditumpuk begitu saja dengan alasan moratorium, akan sangat merugikan. Karena akan ada kerusakan karya seni," ujarnya.

Usulan moratorium itu, menurut Taufik, muncul dari masukan para seniman ke DPRD DKI Jakarta. Diakui dia, Jakpro sangat menghormati usulan tersebut, namun pihaknya pun sudah berkali-kali melakukan komunikasi dengan para seniman di lingkungan TIM, termasuk ke seniman senior seperti Taufik Ismail.

"Kita sudah lakukan pertemuan dengan seniman sejak februari 2019, kita mulai dengan FGD dan kini lebih dari 10 kali kita lakukan komunikasi dg para seniman. Jadi kami sudah, sedang, dan terus berkominikasi dengan seniman," ujarnya.

Selain bantahan soal tidak adanya komunikasi, Jakpro juga menegaskan, pihaknya tidak melakukan komersialisasi TIM seperti yang diasumsikan selama ini. Menurut dia, asumsi yang salah itu muncul karena, Jakpro memang diminta untuk mengelola TIM usai revitalisasi selesai.

Namun memang, diakui dia, sebagai perusahaan BUMD ada tanggung jawab Jakpro untuk mencari pendapatan. Namun itu, menurut dia, bukan berarti dimaknai untuk komersialisasi TIM, seperti diasumsikan oleh beberapa pihak selama ini.

Sebelumnya Ketua Forum Seniman Peduli Taman Ismail Marzuki (TIM), Radhar Panca Dahana, meminta pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk menghentikan sementara proyek revitalisasi TIM. Pihaknya juga telah melakukan berbagai upaya untuk meminta agar Pemprov DKI Jakarta untuk berunding dengan para seniman.

Panca menegaskan, sebenarnya para seniman tidak anti atau menolak revitalisasi TIM oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta lewat PT Jakarta Propertindo (Jakpro). Namun yang ditolak pihaknya, kata Panca, adalah komersialisasi TIM, meski tidak secara gamblang disampaikan bahwa pembangunan tersebut untuk kebutuhan komersial.

Panca juga mengkritik desain TIM pascarevitalisasi nanti yang konon merupakan seni modern. Sementara TIM merupakan pusat kesenian, maka semestinya desainnya itu yang menggambarkan wajah-wajah Indonesia. 

Namun, Manajer Komunikasi Revitalisasi TIM Yeni Kurnaen menegaskan, terdapat perbedaan dalam desain rancangan program revitalisasi TIM setelah mendengar masukan dari para seniman dan masukan dari DPRD DKI Jakarta. Menurut dia, tidak ada lagi model penginapan bergaya bintang lima, dan disesuaikan dengan hanya wisma untuk seniman.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement