Kamis 20 Feb 2020 11:55 WIB

Tanggapan Din Syamsuddin soal RUU Cipta Kerja

Din Syamsuddin belum menerima draf RUU Cipta Kerja.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Muhammad Hafil
Tanggapan Din Syamsuddin soal RUU Cipta Kerja. Foto: Din Syamsuddin
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tanggapan Din Syamsuddin soal RUU Cipta Kerja. Foto: Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI), Din Syamsuddin menyampaikan bahwa pihaknya akan mengkaji rancangan Omnibus Law atau RUU Cipta Kerja yang di dalamnya berkaitan dengan jaminan produk halal. Sekarang naskah RUU Cipta Kerja belum diterima Wantim MUI dan belum dibaca sehingga belum bisa berkomentar.

"Sehingga terus terang saya belum bisa memberikan tanggapan, tadi ibu Ketua DPR RI Puan Maharani juga sudah menyebutkan bahwa draf (RUU Cipta Kerja) baru dikirim ke DPR pada pekan lalu, tebalnya luar biasa sehingga belum dikaji secara mendalam," kata Din kepada Republika.co.id di kantor MUI Pusat, Rabu (19/2).

Din menyampaikan, Insya Allah pada waktunya nanti Wantim MUI akan mengkaji RUU Cipta Kerja. Kemudian Wantim MUI akan menyampaikan pikiran-pikiran ke DPR terutama terkait dengan masalah-masalah yang berhubungan dengan umat Islam.

Ia juga mengatakan, naskah Omnibus Law sangat tebal dan baru mendengar di dalamnya ada pasal yang memberikan kewenangan kepada ormas Islam untuk mengeluarkan fatwa halal. Sebenarnya mengeluarkan sertifikasi halal adalah kewenangan negara atau pemerintah karena itu harus menjadi hukum positif yang mengikat.

Tapi dulu pemerintah memberi kewenangan kepada MUI untuk mengeluarkan sertifikasi halal. Tapi dengan adanya Undang-undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) maka kewenangan mengeluarkan sertifikasi halal diambil alih pemerintah. "Kecuali fatwa halal, memang sebaiknya berada di lembaga fatwa di bawah naungan Komisi Fatwa MUI, itu yang ideal," ujarnya.

Din menjelaskan belum tahu bagaimana menyebutnya tapi sebaiknya fatwa halal di bawah naungan Komisi Fatwa MUI. Supaya ormas Islam yang jumlahnya ratusan dan punya lembaga fatwa tidak perlu mengurusnya.

Ia mengatakan, ada fatwa Nahdlatul Ulama, Majelis Tarjih Muhammadiyah, Persis dan lainnya. Maka sebaiknya dikoordinasikan di dalam Komisi Fatwa MUI saja. Karena sudah ada wakil-wakil ormas Islam di komisi fatwa. "Tapi saya belum tahu apa penyebutannya, saya tidak mau menanggapi yang saya belum baca," kata Din.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement