REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Berbagai asosiasi guru memprotes perlakuan pihak kepolisian kepada tiga tersangka yang merupakan guru dalam musibah susur sungai di SMP Negeri 1 Turi, Sleman, Yogyakarta. Langkah polisi memamerkan guru di depan media serta menggunduli tiga guru tersebut dinilai tidak pantas.
Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo meminta polisi tak berlebihan dalam menangani perkara. Siapa pun pasti mendukung proses hukum yang adil, transparan, dan akuntabel. Tapi, proses hukum yang kini sedang berjalan tersebut juga harus proporsional dengan mengedepankan asas praduga tak bersalah.
“Sebab, guru pengurus Kwartir Pramuka tersebut terduga penyebab musibah, bukan pelaku kriminal laiknya pembunuh, pemakai narkoba, atau begal,” kata Heru, Rabu (26/2).
Menurut dia, perlakuan polisi terhadap ketiga tersangka guru tersebut berdampak terhadap psikologis murid dan keluarga sang guru. Maka, kata Heru, tak seharusnya polisi memperlakukan mereka laiknya pelaku kriminalitas berat. Bahkan, perlakuan terhadap koruptor pun tak seberlebihan itu.
Heru menambahkan, berdasarkan Permendikbud 10/2017 tentang Perlindungan Bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan tertulis soal hak guru yang berhadapan dengan hukum. Di Pasal 4 dan 5 dituliskan tersangka guru berhak mendapatkan bantuan hukum, konsultasi hukum, dan penasihat hukum dari Kemendikbud dan pemerintah daerah.
Protes juga dilayangkan Ikatan Guru Indonesia (IGI). Ketua Umum IGI Muhammad Ramli Rahim menuntut hukuman berat terhadap oknum polisi yang dianggapnya telah menghina guru dengan menggunduli ketiga tersangka.
“Jika Kapolri tidak memberikan hukuman tersebut maka kami menuntut Kapolri untuk mengundurkan diri dari jabatannya karena penghinaan terhadap profesi guru tak boleh dibiarkan begitu saja meskipun sang guru berstatus terduga melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa siswa SMP 1 Turi,” kata Ramli.
Ramli tak menampik bahwa para guru tersebut melakukan kekeliruan dan kelalaian sehingga menimbulkan korban jiwa. Namun, di sisi lain, diyakini pula tidak ada unsur kesengajaan oleh para guru untuk menghilangkan nyawa anak didiknya.
Terlepas dari kesalahan dan kelalaian para guru tersebut, tidak selayaknya polisi memperlakukan mereka secara hina dengan menggunduli. “Seolah polisi jauh lebih menghargai koruptor yang membunuh kemanusiaan dibanding guru yang secara tidak sengaja lalai yang menimbulkan korban jiwa,” kata Ramli.
Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) menilai, perlakuan polisi telah melukai rasa kemanusiaan guru sebagai profesi. Ketua Umum PB PGRI, Unifah Rosyidi, mengatakan, perlakuan menggunduli dan menggiring para tersangka guru seperti residivis sangat melukai hati nurani guru.
Padahal, sejauh ini, para guru tersebut tidak terbukti sengaja membunuh para siswanya. “Tiada sedikitpun niat mencelakakan anak-anak yang telah menjadi anaknya di sekolah,” kata Unifah.
Meskipun tidak sengaja, kesalahan tetap harus dipertanggungjawabkan dengan segala konsekuensi hukumnya. Namun, kata dia, semestinya kepolisian sebagai representasi masyarakat di bidang hukum bertindak profesional dan proporsional.
Kejadian terseretnya ratusan siswa di Sungai Sempor itu bermula dari kegiatan Pramuka pada Jumat (21/2) sekitar pukul 14.30 WIB. Sesaat sebelum kejadian, kondisi Sungai Sempor yang berada di Padukuhan Donokerto, Turi, Sleman, masih normal. Bahkan, tidak ada hujan sama sekali.
Namun, tiba-tiba, air sungai meluap. Derasnya arus sungai menyebabkan ratusan siswa hanyut terbawa arus. Dari total 249 siswa siswi dari kelas VII dan VIII yang mengikuti kegiatan, 10 orang meninggal dunia, 216 selamat, dan 23 lainnya terluka. Polisi telah menetapkan IYA (36 tahun), R (58), dan DDS (58) sebagai tersangka.
Kabid Humas Polda DIY Kombes Pol Yulianto mengatakan, Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda DIY pada Rabu (26/2) telah melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan dilakukan di Polres Sleman mengingat ketiga tersangka ditahan di sana. Menurut dia, pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui pelanggaran-pelanggaran yang mungkin dilakukan anggota polisi.
“Jika nanti terbukti ada pelanggaran maka akan dilakukan tindakan kepada petugas yang menyalahi aturan,” kata Yulianto.
Mabes Polri akan melakukan konfirmasi ke Polda DIY terkait perlakuan anggota polisi yang menggunduli kepala tiga tersangka peristiwa susur sungai di Sleman, Yogyakarta. Polri berjanji menegakkan hak asasi manusia (HAM).
“Kami akan melindungi berbagai aspek HAM meskipun mereka menjadi tersangka. Kami akan lindungi,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Polri Kombes Asep Adisaputra di Jakarta. n inas widyanuratikah/wahyu suryana/haura hafizhah, ed: mas alamil huda