REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Teknologi membawa perubahan besar pada prilaku manusia dala berkegiatan, termasuk menikmati hiburan, seperti mendengar musik atau menonton film. Ketika perkembangan ini menggeser kebutuhan kaset dan CD, nyatanya ini bukan solusi untuk menahan perubahan iklim.
Contoh saja lagu "Despacito" karya Fonsi dan Daddy Yankee pada Juli 2017 yang diputar hingga 4,6 miliar per Januari 2020. Putaran ini justru menggunakan listrik sebanyak konsumsi listrik tahunan gabungan beberapa negara yang terdiri dari Chad, Guinea-Bissau, Somalia, Sierra Leone, dan Republik Afrika Tengah.
"Orang tidak dapat berasumsi bahwa hanya karena sesuatu tidak memiliki format fisik, sehingga tidak ada karbon yang melekat padanya," kata dosen ilmu lingkungan di Universitas Keele, Sharon George, dikutip dari Aljazirah.
Sekelompok peneliti dari Komisi Eropa yang dipimpin oleh Dr Rabih Bashroush menemukan emisi gas rumah kaca dari layanan video-on-demand seperti Netflix dan Amazon Prime setara dengan emisi dari negara seperti Cile. Menurut Shift Project, emsi karbo masih ditemukan dalam daya yang diperlukan untuk menjaga perangkat tetap menyala dan energi yang diperlukan untuk menyimpan dan berbagi informasi.
"Masih ada penggunaan elektronik, server yang terlibat, dan dunia digital masih memiliki jejak karbon," kata George.
Pusat data yang menampung server yang memproses dan mendistribusikan lalu lintas internet juga membutuhkan pengeluaran energi yang sangat besar. Aliran data global melalui pusat data di seluruh dunia pun menghasilkan emsi karbon pula dengan perkirakan sekitar 0,3 persen dari semua emisi karbon dioksida secara global.
"Bahkan di tahun 2012, saya tahu dari membaca beberapa jurnalisme yang baik bahwa file digital adalah hal-hal materi, dan internet tidak berbobot," kata profesor di Universitas Oslo, Kyle Devine.
Tapi, penulis buku Decomposed ini perlahan mulai melihat apa yang memungkinkan untuk mengunduh dan mengalirkan musik, menggunakan sumber daya. Teknologi streaming telah ada dalam waktu yang relatif singkat dan gagasan bahwa itu mungkin memiliki dampak lingkungan adalah baru.
Shift Project melihat, teknologi digital bertanggung jawab atas 4 persen dari emisi gas rumah kaca global yang dapat berlipat ganda pada tahun 2025 dengan 306 juta ton karbon dioksida per tahun. Streaming video daring, seperti YouTube, Hulu dan sejenisnya akan menyumbang 60 persen dari total emsi teknologi digital.
"Meskipun streaming album individual menggunakan energi jauh lebih sedikit daripada mendengarkan album pada CD, atau LP, kami mengalirkan sejumlah besar musik sehingga keuntungan dalam efisiensi energi dikalahkan oleh peningkatan keseluruhan dalam jumlah yang didengarkan," kata Devine.
Ada juga kekhawatiran seputar perangkat keras, seperti layar sentuh, kabel, dan sebagainya yang mungkin tidak diproduksi atau dibuang secara berkelanjutan. Hal ini berkontribusi lebih jauh pada jejak karbon dari teknologi tertentu.
Pemimpin European Commission Bashroush menyarankan beberapa perbaikan cepat, seperti mengunduh lagu ke perangkat lokal, daripada mengalirkan musik dari server yang jauh. "Pertanyaannya adalah mengapa industri tidak mengatur sendiri. Tidak ada insentif bagi siapa pun untuk melakukannya," katanya.
Walaupun ada beberapa penyesuaian atau perbaikan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan dampak lingkungan atas pemanfaatan teknologi secara pribadi, itu semua mungkin sia-sia. Tanpa upaya yang signifikan dan tanggung jawab dari pihak perusahaan maka akan lebih sulit.