REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada beberapa ayat Alquran dan hadits Nabi Muhammad SAW yang mengingatkan kita agar memelihara keluarga dari api neraka. "Hai, orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka." (QS 66: 6).
Ketika ayat itu turun kepada Rasulullah, Imam Ja'far As-Shadiq mengatakan seorang sahabat menangis dan berkata, "Aku tidak mampu menguasai diriku dan kini diberi beban dengan keluargaku." Mendengar keluhan itu, Nabi SAW menjawab, "Perintahkan keluargamu sebagaimana engkau diperintahkan. Ikuti dan cegah keluargamu sebagaimana engkau dilarang mengerjakan."
Imam Ali bin Abi Thalib menjelaskan makna ayat itu, "Didiklah diri dan keluargamu dengan perbuatan baik dan saleh." Allah secara tegas memerintahkan kita mendidik diri sendiri dan keluarga dengan ajaran-ajaran agama sehingga terbentuk keluarga yang bertakwa.
Bila keluarga baik, maka negara pun baik. Keluarga merupakan negara kecil. Bila ingin membangun negara, kita harus mulai dari keluarga.
Keluarga terdiri dari orang tua (ayah-ibu) dan anak. Sejak 14 abad lalu, Islam telah memperkenalkan hak dan kewajiban keluarga bagi anak-anak.
Nabi SAW mengajarkan agar kita mendahulukan ibu ketimbang ayah dalam berbakti. Seorang laki-laki datang kepada beliau, lalu bertanya mengenai siapa yang lebih berhak untuk dipergauli (diperlakukan) secara baik. Jawabnya, 'ibumu' hingga tiga kali, dan baru 'ayahmu'.
Mengapa Islam mengutamakan berbakti kepada ibu daripada ayah? Abdullah Nashin Ulwan, dalam Pendidikan Sosial Anak, menyebut dua sebab. Pertama, ibu lebih banyak memperhatikan anak, mulai hamil, melahirkan, menyusui, merawat, dan mendidik (Q.S. 31:14). Kedua, dalam diri ibu penuh dengan ikatan batin, cinta, lembut, sayang, dan selalu memperhatikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tak jarang mendengar banyak orang yang terjerumus pada perbuatan maksiat karena meremehkan hak-hak ibu. Durhaka kepada ibu adalah awal runtuhnya tatanan sosial kita.
Nasihat ibu diacuhkan. Namun demikian, saking cinta dan kasih sayang ibu, meski kita menyakiti hati dan merusak nama baiknya, seorang ibu akan melupakan perasaannya ketika kita ditimpa musibah.
Diriwayatkan, pada masa Rasulullah, seorang pemuda bernama Alqamah sakit keras dan sulit mengucapkan La ilaha illallah. Ia dibenci ibunya, karena terlalu mementingkan dan terlalu patuh kepada istrinya dalam segala sesuatu ketimbang kepada ibunya sendiri.
Namun, setelah ibunya memaafkan kesalahannya, Alqamah pun wafat. "Wahai, kaum Muhajirin dan Anshar, barangsiapa yang lebih mengutamakan istrinya daripada ibunya, maka ia akan dilaknat Allah. Taubat dan hari akhiratnya tidak diterima." kata Nabi SAW ketika hadir pada pemakaman Alqamah.