REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu produsen gula swasta, Sugar Group (Gulaku), angkat bicara soal kelangkaan dan kenaikan harga gula yang tengah terjadi di berbagai daerah. Pangkal masalah dari persoalan gula dinilai akibat ketidakseimbangan antara permintaan dan ketersediaan ditambah kemungkinan adanya oknum spekulan harga.
Direktur Sugar Group, Irwan, mengatakan, kelangkaan gula utamanya terjadi di toko ritel modern. Menurut dia, banyak yang melakukan pembelian partai besar di toko ritel yang harganya dipatok sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp 12.500 per kilogram.
Hasil dari pembelian tersebut kemudian dijual kembali di pasar tradisional dengan harga yang jauh lebih tinggi. Hal itu pun sangat memungkinkan karena pasar sejatinya tidak memiliki kontrol untuk menerapkan HET seperti di ritel modern.
"Di ritel itu kan harganya hanya Rp 12.500 per kilogram, jadi dia borong lalu jual lagi di pasar becek. Ini yang jadi masalah, menurut kita gula saat ini cukup, cuma ada spekulan," kata Irwan saat ditemui di Pasar Kramat Jati, Rabu (18/3).
Aksi-aksi spekulan itu dinilai muncul karena adanya sinyal penurunan produksi gula sebagai dampak dari musim kemarau panjang tahun 2019. Di satu sisi, permintaan gula juga tengah mengalami kenaikan dipicu oleh berbagai faktor di dalam negeri.
Irwan menjelaskan, rata-rata kapasitas produksi Sugar Group per tahun sebanyak 300 ribu ton. Produksi Gulaku murni dihasilkan dari penggilingan tebu lokal dari perkebunan perusahaan seluas 60 ribu hektare serta kebun tebu milik petani.
Adapun untuk jumlah stok saat ini, Irwan tidak bisa menjelaskan detail. Menurutnya Sugar Group akan memastikan ketersediaan gula hingga bulan Juli mendatang di mana stok gula yang baru akan mulai diproduksi oleh pabrik.
Ia pun mengakui terdapat kemunduran musim giling pada tahun ini disebabkan oleh adanya Ramadhan dan Lebaran yang jatuh pada bulan April-Mei.
"Biasanya kita panen dan giling bulan April, tapi karena puasa, tidak ada yang kerja sehingga kita putuskan giling tebu mulai Juni. Bulan Juli baru bisa hadir gula yang baru. Kita akan pastikan stok gula cukup supaya tidak ada kekurangan," ujarnya.
Hanya saja, pihaknya berpendapat untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri, memang dibutuhkan bantuan gula impor. Sekadar mengandalkan Gulaku sebagai produsen swasta tidak mungkin. Sebab, dari total suplai gula nasional 6 juta ton, Sugar Group hanya memproduksi 300 ribu ton gula berbasis tebu atau sekitar 5,5 persen.
"Kita harus tingkatkan terus produktivitas kebun tebu kita karena produktivitas kita sempat turun karena kemarau panjang. Mudah-mudahan tahun ini produksinya lebih baik, minimal naik 10 persen," ujarnya.