Rabu 25 Mar 2020 00:24 WIB

Ketika Belanja Sayur Pun Terdampak Social Distancing

Social distancing mempunyai banyak dampak di masyarakat.

Warga berada di dalam bilik disinfektan yang disediakan di kawasan Blok M, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Bilik yang berada di ruang publik tersebut untuk mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)
Foto: ANTARA/M Risyal HidayaT
Warga berada di dalam bilik disinfektan yang disediakan di kawasan Blok M, Jakarta, Selasa (24/3/2020). Bilik yang berada di ruang publik tersebut untuk mencegah penyebaran Virus Corona (COVID-19)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Christianingsih*)

Pandemi corona (Covid-19) telah mengubah banyak aspek kehidupan masyarakat, setidaknya untuk sementara waktu. Imbauan social distancing atau jaga jarak gencar diserukan oleh pemerintah guna memutus mata rantai penyebaran virus corona.

Social distancing mutlak kita patuhi. Jika kita ngeyel tetap kumpul-kumpul, kebijakan kerja dari rumah dan jaga jarak selama 14 hari atau sampai 14 bulan pun tak akan mampu menekan penyebaran virus corona. Salah satu aktivitas yang ikut terdampak social distancing adalah berbelanja sayur dan kebutuhan sehari-hari.

Jangan salah, kegiatan yang terlihat sepele ini menyebabkan terjadinya banyak interaksi dan kumpul-kumpul antara penjual dan pembeli. Sejak Jakarta menjadi episenter pandemi corona di Indonesia, saya sudah tidak berbelanja di pasar. Alasannya, pasar yang biasa saya datangi areanya sempit dan ramai sekali, terutama pada akhir pekan. Lingkungannya pun tidak bisa dikatakan bersih.

Sebagai gantinya, saya berbelanja di supermarket. Akan tetapi, belanja di supermarket saat ini rupanya lebih melelahkan daripada belanja di pasar.

Saya menunggu cukup lama untuk antre menimbang sayur dan membayar di kasir. Kondisi itu terjadi karena banyak masyarakat yang beralih belanja ke supermarket dan adanya warga ramai-ramai yang memborong bahan makanan.

Setelah itu, saya mencoba memanfaatkan layanan belanja sayur daring (online) lewat aplikasi. Sebenarnya bisa saja saya pesan ke tukang sayur langganan untuk dibawakan ini-itu. Namun, sesekali saya ingin menjajal pengalaman belanja sayur daring.

Harga-harga yang ditawarkan di aplikasi daring memang agak lebih mahal daripada jika kita belanja sendiri di pasar. Namun, selisih harganya masih bisa dimaklumi, apalagi dengan fasilitas pesanan diantar sampai tujuan.

Sang pengantar sayur mengatakan kewalahan mengantar orderan yang jumlahnya meroket. Jika biasanya jumlah pelanggan hanya sekitar 15 orang per hari, kini ia harus melayani 50 sampai 75 pelanggan per hari.

Data per Ahad (22/3) menunjukkan jumlah positif corona di Indonesia sudah mencapai 514 orang dengan 48 kematian dan 29 pasien sembuh. Pemerintah terlihat masih tertatih-tatih mengatasi lonjakan pasien corona.

Rapid test bahkan baru dilakukan ketika jumlah pasien sudah mencapai ratusan. Bandingkan dengan Korea Selatan yang sudah memikirkan rapid test sejak pasien positif corona masih empat jiwa.

Memaksimalkan layanan pesan-antar merupakan salah satu ikhtiar kita mencegah penularan corona. Agar usaha tetap berjalan di tengah pandemi, mereka yang belum memberikan layanan pesan-antar sebaiknya mulai berpikir ke arah ini.

Duka mendalam bagi saudara-saudara kita yang sudah berpulang lebih dahulu karena Covid-19. Mari kita lindungi diri kita dan orang-orang yang kita cintai. Semoga pandemi corona segera berlalu.

*) penulis adalah jurnalis republika.co.id

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement