REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Otoritas India menutup markas besar jamaah tabligh di New Delhi, Selasa (31/3). Keputusan itu terjadi karena kelompok tersebut tetap menggelar pertemuan yang bisa memicu penyebaran virus corona.
Jamaah tabligh melakukan pertemuan di markas mereka pada akhir pekan lalu di New Delhi. Sebelumnya, puluhan jamaah dinyatakan positif terkena virus corona dan setidaknya tujuh orang meninggal.
"Sepertinya protokol jaga jarak sosial dan karantina tidak dipraktikkan di sini," kata pemerintah kota New Delhi dalam sebuah pernyataan.
Pihak berwenang menyatakan, banyak Muslim yang mengunjungi markas lima lantai itu untuk melakukan pertemuan. Ratusan orang memenuhi gedung tersebut. Padahal, pemerintah telah mengumumkan melakukan jaga jarak sosial dan menghentikan aktivitas di luar rumah.
"Para administrator melanggar kondisi ini dan beberapa kasus pasien corona positif telah ditemukan. Dengan tindakan kelalaian yang parah ini, banyak nyawa terancam. Ini tindakan kriminal," ujar pernyataan tersebut.
Salah satu pengurus pusat Jamaah Tabligh, Musharraf Ali, mengatakan mereka telah mencari bantuan dari polisi dan pemerintah kota untuk menangani orang-orang yang berdatangan. Namun, lockdown yang telah diberlakukan membuat segalanya semakin sulit.
"Dalam keadaan yang memaksa seperti itu, tidak ada pilihan, selain mengakomodasi pengunjung yang terdampar dengan tindakan pencegahan medis yang ditentukan sampai situasi menjadi kondusif untuk pergerakan mereka atau pengaturan dibuat oleh pihak berwenang," kata Jamaah Tabligh dalam sebuah pernyataan.
India telah melaporkan 1.251 kasus virus corona dengan 32 di antaranya telah meninggal. Namun, pejabat Kementerian Kesehatan mengatakan, India bisa saja menghadapi lonjakan besar yang dapat membanjiri sistem kesehatan masyarakat yang lemah.
Jamaah Tabligh juga mengadakan pertemuan bulan lalu di Masjid Seri Petaling di Kuala Lumpur, Malaysia. Acara yang mereka adakan telah menjadi sumber ratusan infeksi virus corona di seluruh Asia Tenggara.