Kamis 02 Apr 2020 07:58 WIB
Wabah

Kiriman Pesan Peter Carey: Ramalan Wabah Sebelum Perang Jawa

Ramalan soal wabah sebelum Perang Jawa

Pangeran Diponegoro mengenakan serban dan berkuda di antara para prajuritnya yang tengah berisitirahan di tepian Sungai Progo.
Foto: Gahetna.nl
Pangeran Diponegoro mengenakan serban dan berkuda di antara para prajuritnya yang tengah berisitirahan di tepian Sungai Progo.

Oleh: Muhammad Subarkah, Jurnalis Republika.

Dalam kebudayaan Jawa ramalan itu hal yang penting. Dan ini sama dengan budaya di masyarkat lain yang ada di dunia dari zaman dahulu hingga sekarang. Ini juga berlaku di kerajaan Eropa, Yunani, Eropa, hingga negara moderen di abad 21.

Nama para peramal yang terkenal itu seperti Baba Vanga yang dianggap mampu meramalkan kejadian yang ada di dunia hari ini, seperti ISIS, Tiongkok, hingga terpilihnya Presiden Amerika Serikat Donald Trump. Di Indonesia kontemporer juga sempat ada yakni Mama Lorent. Sebelum meninggal dia sempat meramal Indonesia akan terjadi bencana besar yang kala itu dikaitkan dengan jatuhnya pesawat Adam Air di laut Sulawesi. Selain itu ada sosok Permadi yang kerap mengatakan akan terjadi 'Goro-Goro'.

Dulu di Eropa misalnya peramal Nostradamus dipercaya sebagian orang sudah jauh-jauh hari bisa melihat kemunculan Hitler dan bom atom yang kemudian dijatuhkan ke Nagasaki dan Hirosima. Selain itu Morgan Robertson yang meramalkan tenggelamnya kapal Titanic yang kala itu diklaim tidak bisa tenggelam.

Di dalam kitab suci juga soal peramal juga sering diceritakan ketika membahas soal sebuah kerajaan. Ini misalnya ada sosok peran peramal di zaman Firaun dan nabi Musa. Kala itu peramal itulah yang meminta agar Firaun membunuh setiap bayi lelaki yang baru lahir karena meramal dari bayi itulah nanti sosok orang yang akan membunuhnya.

Pada kisah zaman Nabi Musa itu juga ada kisah yang mirip. Di Alquran ada penggalan kisah Nabi Khidir yang melarang Musa bertanya ketika membocorkan kapal, membunuh anak kecil yang sedang bermain, hingga memperbaiki rumah seorang janda yang papa.

Pada kisah Nabi Yusuf pun ada kisah soal peramal di sekitar raja. Dikisahkan, raja Mesir bermimpi melihat tujuh ekor sapi betina gemuk dimakan tujuh sapi betina kurus, dan tujuh bulir gandum hijau serta tujuh bulir gandum kering. Sang raja yang kala itu merasa penasaran lantas memanggil para penafsir mimpi untuk menguak makna mimpi itu. Namun, para ahli penafsir mimpi hanya mengatakan bahwa mimpi itu tak berarti.

Dan berbede dengan para peramal, Nabi Yusuf kemudian menafsirkan mimpi itu dengan datangnya masa paceklik di Mesir. Dia menjelaskan bahwa mimpi itu adalah peringatan dari Sang Pencipta akan terjadinya masa tujuh tahun dengan air yang subur dan melimpah serta tujuh tahun berikutnya musim paceklik di mana sungai Nil mengering.  Dan ternyata di kemudian hari Ramalan Nabi Yusuf yang benar.

Khusus untuk masyarakat Jawa juga ada ramalan yang lestari hingga sekarang. Ramalan itu disebut ramalan dari Raja dari kerajaan Kediri, Jayabaya yang lazim disebut ‘Jangka Jaya Baya’.

Salah satu ramalan Jaya Baya  itu  sangat terkenal di zaman revolusi kemerdekaan. Katanya, tanah Jawa nanti akan dikuasi orang kate (bertubuh pendek) dan hanya berkuasa seumur jagung (tanaman jagung umurnya itu 3,5 bulan). Dan ramalan ini dihubungkan dengan dengan berkuasa Jepang yang bertubuh pendek di Indonesia yang hanya sekitar 3,5 tahun.

Ramalan lain yang masih lestari di Jawa sekarang adalah soal ramalan yang disebut sebagai dua abdi dari Raja Majapahit terakhir, Sabdo Palon dan Noyogengong. Katanya, nanti lima ratus tahun ke depan dari waktu itu, penduduk Jawa akan kembali menganut agama Budha. Sayangnya ramalan ini belum terbukti mesti sudah lewat dari masa 500 tahun setelah kerajaan Majapahit bubar.

                       *****

Dan terkait soal ramalan di Jawa, menjelang tengah malam tadi tiba-tiba ada kiriman soal ramalan yang ada sebelum terjadinya  Perang Diponegoro atau Perang Jawa (1825-1830). Soal ini dikirim langsung oleh peneliti legendaris sosok serta perjuangan  Diponegoro asal Inggris, Peter Carey. Pesan ini merupakan pesan berikutnya dari pesan terdahulu yang mengisahkan soal puisi yang dibuat di Eropa kala terjadinya wabah kelaparan pada tahun 1850-1860-an.

Lengkapnya pesan tersebut begini.

(Peter Carey):  I will send you the ramalan of Iman Sampurna regarding pageblug cholera 1821 di Jawa:  The sage, Iman Sampurna (1819) - Blitar - of the coming Asiatic Cholera Epidemic - April-November 1821 (Kuasa Ramalan, pp.572-74).

(Saya akan mengirimkan ramalan Iman Sampurna mengenai pageblug (wabah) Kolera pada tahun 1821 di Jawa: Sang bijak, Iman Sampurna (1819) - Blitar - Epidemi Kolera Asiatik yang akan datang - April-November 1821 (Ini ada di buku Kuasa Ramalan, hal.572-74):

..."Inilah surat petunjuk dari guru zaman dulu Iman Sampurno. Dalam tahun Jawa Alip mendatang (21 Oktober 1819–8 Oktober 1820), akan timbul sampar besar yang berasal dari sebelah barat. Bala tentara arwah Taragnyana akan seperti kabut layaknya; akan beraneka rupa bentuknya, ada yang seperti lipan, kalajengking, ular, dan macan, semua pada berbisa.

Sampar yang dari timur akan dibawa oleh Nyai Roro Kidul dan bala tentaranya, Sunan Lawu dan prajuritnya serta semua arwah negeri Jawa. Berbagai macam senjata akan datang dari timur; ada yang seperti jarum bujur dan gurdi, tombak, bedil, trisula, [dan] tali jerat.

Itu berarti mereka akan menghadapi setiap orang sesuai dengan keadaan masing-masing, yang jahiliah akan dipukul dengan tahlil (penyebutan syahadat), yang angkuh akan ditombak oleh roh jahat, penjudi dadu akan dilemparkan oleh roh jahat, yang gila hor­mat akan dicakar oleh roh jahat, yang rakus dibikin sirna oleh arwah itu.

Setelah sampar datang, Jawa akan menjadi segara darah pe­nuh mayat hanyut. Namun yang akan menjadi pelindung bagi orang yang melaksanakan salat lima waktu dan yang melakukan zikir; dua-duanya harus memberikan sedekah de­ngan nasi pulen dan menghargai pembantu serta memuliakan Raja Agama.

Adapun lauknya adalah daging ayam, sayurannya dari menir, doanya untuk menolak bala, supa­ya selamat, selain itu tempat makan­annya ditutup dengan kain kuning. Selain itu wajib memahami syahadat Raja Agama.

Jika sudah tahu, syahadat itu harus dibaca setiap malam sebanyak empat puluh empat kali. Inilah ilmunya: “Aku mengetahui syahadat Penegak dan Penata Agama; dialah yang memiliki “roh saling hubungan”, yang terletak di jantung hati, yang menjadi inti kehidupan, yang merupakan citra Allah, yang menghadap ke arah Allah, yang ba­yang­­annya ialah [Nabi] Muhammad, sungguh seorang manusia pari­purna, selamat di dunia dan di akhirat, “Ya Hu Ya Allah.” Inilah ajaran sejati.

Selain itu, orang-orang negeri Jawa laki perempuan harus mema­tuhi ajaran para ulama dan Kitab Musarar [naskah ramalan Raja Joyo­boyo]: “Aku men­cari per­lindungan Allah, yang Maha Melihat, Maha Tahu, dari Setan yang terkutuk. Kenikmatan duniawi hanya kekenesan belaka. Barang­­siapa menyebut ada lagi tuhan yang tidak bisa ia buktikan selain Allah, harus bertanggung jawab kepada Allah; mereka yang tidak per­caya tidak akan sejahtera.

Katakan: “Ya Rabbi, ampuni dan berbelas­kasihlah, Engkaulah sumber segala kasih.”

   

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement