Jumat 03 Apr 2020 19:24 WIB

Ahli Epidemiologi Beri Saran Bagi Warga yang Ikut Rapid Test

Ahli epidemiologi menyebut, hasil rapid test bukan tolok ukur positif/negatif corona.

Seorang warga mengikuti tes cepat (rapid test) Covid-19. Ahli epidemiologi menyebut, hasil rapid test bukan tolok ukur positif/negatif corona.
Foto: Antara/FB Anggoro
Seorang warga mengikuti tes cepat (rapid test) Covid-19. Ahli epidemiologi menyebut, hasil rapid test bukan tolok ukur positif/negatif corona.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ahli epidemiologi dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Sumatra Barat, Defriman Djafri PhD menjelaskan bahwa rapid test atau tes cepat tidak bisa dijadikan tolok ukur untuk memastikan seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak. Terlebih, pada dasarnya kit test cepat tidak rekomendasikan oleh WHO.

"(Pemanfaatannya) Itu harus hati-hati betul," katanya saat dihubungi di Jakarta, Jumat.

Baca Juga

Defriman menjelaskan, tes cepat itu lebih kepada pemeriksaan antibodi saja, bukan polymerase chain reaction (PCR). Dikhawatirkan, setelah orang menjalani rapid test dan hasilnya negatif, mereka merasa sudah aman padahal belum tentu.

"Itu banyak terjadi. Di Bogor, Jawa Barat ada laporan seperti itu, ketika hasilnya tes cepatnya negatif, tapi pas PCR dia positif," ujarnya.

Kondisi demikian perlu dipahami pemerintah dan masyarakat luas agar tidak menjadikan tes cepat sebagai patokan seseorang terjangkit Covid-19 atau tidak. Sebab, masih diperlukan pemeriksaan lebih lanjut sebelum betul-betul dinyatakan negatif.

Defriman menyarankan akan lebih baik masyarakat melakukan isolasi meskipun negatif Covid-19 setelah menjalani tes cepat. Itu akan lebih baik daripada membiarkannya berinteraksi bebas, tetapi belakangan diketahui positif Covid-19.

"Lebih baik dia kita isolasi dulu daripada orang yang awalnya dikatakan negatif ini tetapi ternyata kemudian positif," ujar dia.

Meskipun demikian, tes cepat tersebut tetap bisa dijadikan sebagai skrining awal Covid-19. Bagi yang telah melakukan tes cepat, menurut Defriman, tetap harus melaksanakan tes lainnya guna memastikan kondisi.

"Standar revisi mengenai pengendalian infeksi orang tanpa gejala juga mengharuskan mereka menjalani tes PCR pada hari pertama dan diikuti hari ke-14," kata Defriman.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ لَا يَفْتِنَنَّكُمُ الشَّيْطٰنُ كَمَآ اَخْرَجَ اَبَوَيْكُمْ مِّنَ الْجَنَّةِ يَنْزِعُ عَنْهُمَا لِبَاسَهُمَا لِيُرِيَهُمَا سَوْاٰتِهِمَا ۗاِنَّهٗ يَرٰىكُمْ هُوَ وَقَبِيْلُهٗ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْۗ اِنَّا جَعَلْنَا الشَّيٰطِيْنَ اَوْلِيَاۤءَ لِلَّذِيْنَ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Wahai anak cucu Adam! Janganlah sampai kamu tertipu oleh setan sebagaimana halnya dia (setan) telah mengeluarkan ibu bapakmu dari surga, dengan menanggalkan pakaian keduanya untuk memperlihatkan aurat keduanya. Sesungguhnya dia dan pengikutnya dapat melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.

(QS. Al-A'raf ayat 27)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement