REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tidak ada yang salah dengan keinginan untuk hidup nyaman di dunia. Akan tetapi, sering kali ambisi yang terlalu berlebihan dapat menumpulkan rasa iman dalam dada seorang Muslim.
Dikisahkan, suatu hari Utsman bin Affan menjumpai Zaid bin Tsabit yang baru saja keluar dari kediaman Marwan. Dalam hati, Utsman bertanya-tanya, ada apakah gerangan pada saat seperti ini? Ia yakin, pasti ada sesuatu yang penting ingin dikabarkan Zaid bawa.
Maka, Utsman pun menghampiri Zaid dan bertanya, ''Ada apa gerangan wahai Zaid?''
Zaid menjawab, "Aku membawa sesuatu yang aku dengar langsung dari Nabi SAW."
Usman bertanya lagi, "Apa yang Nabi SAW sabdakan kepadamu?"
"Rasulullah SAW bersabda, 'Siapa yang menjadikan dunia sebagai ujung akhir ambisinya, Allah akan pisahkan ia dengan yang diinginkannya itu (dunia), lalu Allah akan menjadikan kefakiran membayang di pelupuk matanya. Padahal, Allah sudah pasti akan memberikan dunia kepada setiap orang sesuai dengan yang telah Dia tetapkan.
Namun, siapa yang menjadikan akhirat sebagai ujung akhir ambisinya, maka Allah akan mengumpulkan dan mencukupi segala kebutuhannya di dunia. Lebih dari itu, Allah akan membuat hatinya menjadi kaya. Dunia akan selalu mendatanginya, meskipun ia enggan untuk menerimanya.'"
Kisah yang disarikan dari hadis riwayat Ibnu Majah itu menunjukkan, seorang Mukmin hendaknya menyadari terbatasnya kehidupan yang fana ini. Hidup yang lebih utama ada di negeri akhirat.
Oleh karena itu, ambisi dalam urusan duniawi cukuplah sekadarnya. Dunia ini sejatinya hanyalah tempat persinggahan belaka dan ladang untuk menanamkan amal kebaikan.
Dalam hadis lain yang juga diriwayatkan Ibnu Majah disebutkan. Nabi SAW bersabda, "Barangsiapa yang menjadikan ambisinya semata-mata untuk meraih akhirat, maka Allah akan mencukupi kebutuhan dunianya. Namun, barangsiapa yang berambisi meraih dunianya bermacam-macam, Allah tak akan peduli dengan yang ia inginkan. Orang itu justru akan menemui kehancurannya sendiri."