REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ina Salma Febriany
Alhamdulillah, tinggal menghitung jari dan hari, Ramadhan akan segera kembali! Ramadhan yang terasa spesial sekali mengingat hampir seluruh dunia sedang menghadapi wabah yang efeknya luar biasa ini. Hampir semua lapisan masyarakat terdampak dan tengah diuji kualitas sabar, syukur dan tawakkal melalui pandemi ini. Pertama, bersabar. Jelas, kondisi wabah yang kian merajalela ini mengharuskan kita untuk semakin berlatih sabar. Sebab, tiada pilihan lain yang bisa kita tempuh selain menjadi manusia shabbar (dalam bahasa Al-Qur’an). Latihan sabar yang sesungguhnya telah kita hadapi bersama-sama agar tetap berpikir yang baik di tengah keadaan yang kurang baik.
Kedua, bersyukur. Selain kualitas sabar telah sedikit demi sedikit dilatih, fase berikutnya ialah kualitas syukur yang juga tengah diuji pada masa-masa sulit ini. Rasa syukur yang mengharuskan kita untuk tetap mengucapkan pujian pada Allah, Alhamdulillah ‘alakulli ha— kendati pendapatan bulanan datang terlambat, penjualan yang tiba-tiba tersendat, hingga pengangkut jasa ojek online dan semua kendaraan umum merasa sulit mendapat penumpang—ya, kondisi ini tetap tidak boleh memiskinkan empati kita sebagai makhluk beriman. Empati kepada manusia lain yang kondisinya jauh lebih sulit harus tetap terjaga. Berbagi kepada mereka yang papa lagi dhuafa.
Ketiga, tawakkal. Penyerahan kepada Allah disertai usaha atau ikhtiar maksimal inilah tawakkal secara definitif. Tawakkal tetap perlu—sebagai bukti bahwa manusia ialah makhluk lemah yang tiada daya. Masa-masa pandemi pra-Ramadhan ini sejatinya betul-betul mengajarkan kita semua tentang arti berusaha, berserah lalu berpasrah. Kendati dalam kondisi sulit, ketiga sifat ini tetap harus dijaga kualitasnya agar kelak setelah cobaan ini berakhir, bukan hanya jasmani saja yang tetap bugar dan sehat dari berkah bersyukur, sabar dan tawakkal, tak kalah penting—kondisi psikis dan mental diharapkan juga lebih kuat dan tangguh dalam menerima semua ketetapan yang sudah ditakdirkan-Nya.
Sejalan dengan tiga kualitas yang harus tetap dilatih dan dijaga, Ramadhan hadir menghibur seluruh hamba-Nya yang mengaku beriman kepada lima rukun iman dan enam rukun Islam. Ramadhan yang secara bahasa berarti membakar--\ seolah memberikan arti bahwa bulan yang tinggal menghitung hari ini akan segara meleburkan rasa takut, cemas, gelisah, khawatir, tidak berdaya, sedih dan segala rasa yang wajar dialami manusia. Ya, kita harus tetap bahagia menyambut bulan mulia yang dihadiahkan Allah untuk segenap hamba-Nya.
Jika Rajab adalah bulan Allah, Sya’ban adalah bulan Rasulullah, maka Allah menyediakan Ramadhan untuk kita semua. Maksudnya? Tiada bulan yang lebih mulia dari bulan ramadhan, sebab amalan-amalan baik di bulan ini senantiasa dilipatgandakan oleh Allah. Orang yang berpuasa di bulan Ramadhan juga diganjar dengan pahala yang tiada terkira. Qs. al-Qadr merekam betapa mulianya bulan Ramadhan ini,
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur’an) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadr: 1-5).
Kemuliaan al-Qur’an dan keutamaan bulan Ramadhan yang luar biasa, hendaknya menjadikan kita tidak terlena. Hampir sebulan melaksanakan seluruh kegiatan di rumah, sepatutnya membuat pribadi kian siap menghadapi ramadhan dengan ibadah mahdhah juga ibadah-ibadah yang membangun kecerdasan sosial. Nah, membahas soal persiapan, kira-kira persiapan apa saja yang sudah mulai dibiasakan untuk menyambut Ramadhan? Jika belum mengatur persiapan yang terperinci, kita bisa memulai dari menata dan lebih mendekatkan diri dengan Al-Qur’an! Caranya beragam; bisa tilawah, tahsin bacaan, membaca kisah-kisah dalam Al-Qur’an, mendalami terjemahan atau bahkan mencoba menghafalnya! Kenapa harus dari Alqur’an?
Sebab hakikatnya, Ramadhan adalah bulan Alqur’an—Qs. al-Baqarah/2: 185, merekam dengan penuh syahdu, “(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan Barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.”
Berdasarkan ayat di atas, tentu kita tak meragukan lagi keutamaan, kemuliaan dan kebesaran Al-Qur’an. Bahkan, Abdullah bin Darraz menuliskan bahwa Alqur’an bagaikan intan permata yang tiap sisinya. Saking berkilau dan banyaknya cahaya itu. Sehingga, ketika kita mulai mengkaji al-Qur’an dari satu sisi (makhrajnya, misal)—maka kita akan temui lagi sisi-sisi lain yang tak kalah penting dan menarik untuk dibahas. Hal ini bisa dirasakan sebab Alqur’an bukan bahasa penulis yang mendayu dan penuh canda tawa. Alqur’an juga bukan syair-syair buatan manusia. Alqur’an jauh dari opini apalagi hal-hal yang unfaedah—kalau kata anak zaman now, mah! Iya, al-Qur’an kitab mulia yang diturunkan langsung dari Zat yang menciptakan dan menghidupi kita; yakni dari zat yang masih memberi kita nafas sehingga setiap pagi sanggup terbangun, bertemu, berkumpul, bercengkrama dengan orang-orang yang tersayang. Dialah Allah yang Maha Suci dan Maha Tinggi.
Karena mulianya posisi Alqur’an, Allah pun memuji dan memuliakan para pembaca, pengamal, pengajar, pembelajar dan penghafal Qur’an. Bahkan, Rasulullah Saw bersabda, “Diriwayatkan oleh Aisyah ra, dia berkata, “Rasulullah Saw bersabda, ‘Orang mukmin yang mahir membaca al-Qur’an, maka kedudukannya di akhirat ditemani oleh para malaikat yang mulia. Sementara orang yang gagap membaca Al-Qur’an, ia sulit dalam membacanya, maka ia mendapatkan dua pahala. (HR. Muslim)
MasyaAllah, betapa Allah memuliakan mereka yang senantiasa membaca Alqur’an kendati masih belajar dan belum lancar membacanya, masih dianugerahi pahala. Belum lagi, setiap huruf Alqur’an mengandung keberkahan dan kebaikan yang berlipat ganda. Terbayang sudah, betapa timbunan pahala sungguh luar biasa melimpah jika kita mempersiapkan diri menuju bulan yang penuh berkah.
Tak kepalang tanggung, Rasulullah Saw juga pernah bersabda dalam suatu hadits, bahwasannya Salim meriwayatkan dari bapaknya dari Nabi Saw, beliau bersabda, ‘Tidak boleh iri hati kecuali pada dua hal. Pertama, kepada orang yang Allah berikan kemauan untuk terus membaca, mengajar dan menghafal Al-Qur’an, sehingga ia terus membacanya siang dan malam. Kedua, kepada orang yang Allah karuniakan harta kekayaan lalu dibelanjakannya harta itu siang dan malam di jalan Allah.” (HR. Muslim)
MasyaAllah, dua hal di atas terkadang masih tak menjadi perhatian manusia. Allah menghendaki setiap hamba-Nya untuk dekat dengan Al-Qur’an di seluruh bulan, terlebih bulan Ramadhan. Alla juga menghendaki agar setiap manusia tidak hanya fokus berlomba memperkaya diri sendiri—namun juga melahirkan empati, membangun aksi agar bisa berbagi dari harta yang dimiliki. Semoga sisa-sisa Sya’ban menjadi bulan reflektif untuk kita semua agar mau berkaca diri; amalan apa yang harus dilakukan selama Ramadhan nanti. Yuk, don’t be mager, Kawan! Siap-siap menyambut Ramadhan dengan hati tanpa beban, ya!