Selasa 14 Apr 2020 15:46 WIB

'KRL Masih Padat, Banyak Perusahaan tak WFH'

Mengurangi jam operasional KRL dinilai tak efektif.

Red: Bilal Ramadhan
Calon penumpang KRL Commuter Line antre menunggu kedatangan kereta di Stasiun Depok Lama, Depok, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). Antrean tersebut dampak dari kebijakan pembatasan jumlah penumpang di setiap rangkaian kereta dalam rangka percepatan penanganan pandemi COVID-19
Foto: ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Calon penumpang KRL Commuter Line antre menunggu kedatangan kereta di Stasiun Depok Lama, Depok, Jawa Barat, Selasa (14/4/2020). Antrean tersebut dampak dari kebijakan pembatasan jumlah penumpang di setiap rangkaian kereta dalam rangka percepatan penanganan pandemi COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat kebijakan publik Agus Pambagyo menilai masih padatnya penumpang kereta rel listrik (KRL) di tengah pandemi COVID-19. Permasalahannya bukan pada moda melainkan perusahaan yang belum menjalankan karyawan kerja dari rumah (WFH) harus dicabut izin usahanya.

“Jangan salahkan KRL-nya, yang harus dibersihkan adalah usaha yang masih hidup di DKI, ini sudah emergency state tidak boleh main-main,” kata Agus, Selasa (14/4).

Ia mengaku sudah menyarankan kepada pemerintah daerah agar menghentikan sementara kegiatan kerja di kantor atau yang masih mempekerjakan buruh, terutama di DKI Jakarta setidaknya untuk 14 hari ini.

Menurut Agus, masih banyaknya karyawan yang menggunakan KRL karena masih ada kewajiban kerja dan apabila tidak dilakukan maka ancamannya kena pemutusan hubungan kerja (PHK).